Rabu, 04 Maret 2009

Orang Percaya yang Menyembah

13 Januari 2008 ...

Ketika Tuhan Yesus berhadapan dengan Iblis pada masa pencobaan-Nya, Dia membentak Iblis dengan peringatan bahwa tidak ada satu makhluk dalam dunia ini yang terbebas dari kewajiban beribadah kepada Tuhan. Tuhan Yesus menyatakan bahwa hanya kepada Tuhan saja seluruh makhluk harus menyembah dan berbakti (Matius 4:10). Kata menyembah dari kata 'proskuneo' yang berarti (dengan) bersujud sebagai tanda takluk dan siap melakukan kehendak Tuhan. Sementara kata berbakti dari kata 'latreuo' yang juga berarti menyembah atau beribadah yaitu mengagungkan Tuhan dan kehendak-Nya dalam hidup manusia. Ini artinya bahwa masalah menyembah atau berbakti bukanlah hal yang main-main atau dapat dipermainkan.

Ketika manusia menyadari adanya Tuhan sebagai Pencipta dan Pemilik segala sesuatu maka pada saat itu dia harus sujud sebagai tanda hormat kepada Penciptanya. Seharusnya hal ini muncul secara spontan sebagai bukti dari rasa hormat dan takjub dalam sikap yang mau melakukan sesuatu dengan sukarela bagi sang Pencipta yang tidak hanya mencipta tetapi juga memenuhi kebutuhan ciptaan-Nya. Tetapi manusia tidak selalu menyadari hal tersebut. Manusia mengabaikannya dan semakin jauh dari kehendak Tuhan maka Tuhan membuatnya menjadi suatu keharusan bukan karena semata Dia ingin disembah, tetapi karena itu adalah sesuatu yang sudah seharusnya terjadi. Dan keharusan dari Tuhan adalah keharusan yang tidak dapat ditolak termasuk oleh mereka yang mengaku tidak percaya akan adanya Tuhan.

Manusia yang tidak mempercayai adanya Tuhan pun bukanlah mereka yang berhasil meniadakan Tuhan, atau menjadikan Tuhan tidak ada. Ketidakpercayaan manusia tidak membuat manusia bebas dari aturan Tuhan. Karena di dalam diri manusia atau siapapun terdapat tanda bahwa dia adalah ciptaan. Tanda itu adalah tanda takluk pada Tuhan sebagai pencipta segala sesuatu.

Ketika Tuhan Yesus menegur iblis bahwa dia harus menyembah Tuhan, iblis tidak mempunyai argumentasi untuk menyanggah-Nya. Iblis sangat tahu Tuhan lebih tinggi darinya dan dia harus takluk sekalipun dia menipu manusia seakan dia dapat melawan Tuhan. Padahal sebenarnya dia tidak mempunyai kemampuan untuk melawan keharusan tersebut.

Sementara itu di dalam kehidupan manusiapun, manusia selalu menyembah atau takluk pada sesuatu yang dianggap melebihi dirinya. Hanya saja definisi penyembahannya dibuat sebagitu rupa sehingga tampak seolah-olah dia tidak menyembah sesuatu. Ketika dia menyatakan bahwa dia tidak menyembah Tuhan atau tidak menuruti apa yang Tuhan kehendaki, fakta dalam hidupnya menyatakan bahwa dia menuruti orang lain yang lebih tahu atau yang lebih kuat darinya, termasuk menuruti keinginan dirinya sendiri.

Dalam kehidupan orang yang mengaku percaya akan adanya Tuhan definisi penyembahan juga banyak kali adalah kebalikan daripada definisi orang yang tidak percaya seperti yang dinyatakan tadi. Bagi orang yang mengaku percaya, banyak kali dia merasa bahwa dia sedang menyembah Tuhan padahal sebenarnya dia tidak melakukan hal tersebut. Karena yang dilakukannya bukanlah tanda takluk dalam hormat tetapi hanya formalitas semata demi menunjukkan bahwa dia sedang melakukan sesuatu yang dianggap mulia.

Seperti apa yang terjadi dalam diri orang Farisi yang ditegur Tuhan Yesus ketika mereka merasa bahwa mereka adalah penyembah-penyembah Tuhan. Tuhan Yesus menyatakan bahwa yang dikehendaki Tuhan adalah belas kasihan dan bukan persembahan (Matius 12:7). Mereka lebih mementingkan aturan yang kelihatan daripada arti sesungguhnya daripada peraturan tersebut. Mereka merasa sedang menjalankan aturan Tuhan dalam penyembahan, padahal sebenarnya mereka sedang melakukan hal yang bukan kehendak Tuhan.

Hal tersebut sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Pengkhotbah 4:17, "Jagalah langkahmu kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar lebih baik daripada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu bahwa mereka berbuat jahat." Maka Paulus dengan tegas memperingatkan bahwa ada orang yang secara lahiriah mereka menjalankan ibadah tetapi sebenarnya sedang memungkiri kekuatan ibadah tersbut (II Timotius 3:5).

Menyembah Tuhan adalah suatu harga mati bagi semua ciptaan Tuhan tanpa terkecuali. Dan bagi manusia yang kepadanya Tuhan nyatakan kehendak-Nya, kegagalan dalam melaksanakan hal ini akan berakibat fatal bukan hanya pada masa hidup di dunia ini tetapi juga pada hidup sesudahnya. Sementara itu bagi manusia yang tidak hanya percaya akan adanya Tuhan tetapi percaya pada karya Tuhan dalam hidupnya menyembah Tuhan adalah sesuatu hal yang akan memberinya sukacita dengan demikian dia menyadari bahwa Tuhan adalah sumber hidup yang selalu peduli padanya.
Selengkapnya...

Di Kaki Tuhan Airmata Menetes

Saya selalu berusaha agar airmata tidak membasahi pipi saya setiap kali saya mengalami pergumulan hidup yang berat. Saya ingin tetap berdiri menantang masalah, karena saya tahu Tuhan Yesus selalu bersama saya. Tetapi pada saat bergumul dengan persoalan anak-anak saya, saya tak kuat menahan airmata saya. Saya tidak kuat berdiri tanpa airmata, meskipun saya tidak melupakan bahwa Tuhan Yesus ada bersama saya. Bahkan pada saat menyadari bahwa Tuhan Yesus bersama saya, saat itulah yang membuat saya meneteskan airmata saya. Saya tahu Dia sangat memperhatikan saya dan membelai saya dengan kuasa-Nya yang ajaib. Tetapi jika bukan kepada Tuhan Yesus saya meneteskan airmata saya, lalu harus di mana dan kepada siapa lagi?

Pada saat saya mendengar kabar anak yang jauh dari saya sakit, saya ingin segera berada di dekatnya agar dapat berbagi sakit dan sukacita. Tetapi setelah saya bersamanya, saya sadar bahwa saya tidak dapat berbuat apa-apa.

Begitu juga ketika melihat cucu-cucu saya bertarung melawan persoalan agar mereka dapat datang ke gereja setiap hari Minggu untuk bersekutu dengan saudara-saudara seiman yang lain, hati saya terobek-robek. Rasanya ingin bertanya kepada Tuhan, "Bukankah Tuhan melihat semangat cucu-cucu saya mengasihi Tuhan dan persekutuan yang Tuhan ciptakan bagi mereka? Tidak dapatkah jalan mereka dilapangkan agar mereka bertumbuh sebagai anak-anak yang mengasihi Tuhan?"

Pada saat seperti ini saya sadar bahwa saya bukan apa-apa. Saya yang melahirkan anak-anak saya, tetapi Tuhanlah yang memberikan mereka kehidupan. Saya yang menyusui mereka tetapi Tuhanlah yang menyediakan masa depan bagi mereka.

Seharusnya saya tidak datang pada Tuhan dengan pertanyaan, tetapi semakin saya menutupi pertanyaan saya, semakin deras airmata saya dan semakin saya pasrah kepada Yesus, Tuhan saya. Dan semakin saya pasrah, semakin damai hati saya.

Saya tidak menyesal meneteskan airmata di kaki Tuhan, karena kepada-Nya saya serahkan seluruh hidup anak-cucu saya. Saya merasa bahwa masalah pasti akan berakhir. Saya juga merasa semua yang indah untuk saya sudah ada di tangan Tuhan. (Oma C)
Selengkapnya...

Selasa, 03 Maret 2009

Lukas 2:25-38 Pengharapan Simeon dan Hana

06 Januari 2008 ...

Selama beratus-ratus tahun orang Israel hidup dalam penderitaan. Setelah kejayaan mereka dalam pemerintahan Daud dan Salomo mereka mengalami kehidupan yang terpecah belah. Raja-raja yang memerintah mereka tidak lagi dapat membangun kejayaan mereka. Mereka menjadi bangsa yang terpuruk dan akhirnya diangkut sebagai tawanan dan menjadi budak di kerajaan Babel, kemudian Medi Parsi, Yunani dan sampai kerajaan atau kekaisaran Romawi berkuasa.

Sepanjang keterpurukan mereka, Tuhan tetap pada janji-Nya bahwa dari Israel akan muncul seorang yang akan memerintah mereka dengan kuasa yang luar biasa. Mereka selalu ingat akan janji Tuhan dalam Mikha 5:1-2 bahwa Raja mereka akan datang di Betlehem. Mereka juga tahu bahwa raja mereka adalah keturunan Daud yang akan mengembalikan kejayaan mereka.

Di antara mereka yang menantikan kedatangan raja tersebut adalah Simeon dan Hana. Mereka dengan setia beribadah pada Tuhan meskipun umur mereka telah lanjut dan kekuatan mereka telah berkurang. Tetapi iman mereka tetap membara.

Menantikan penggenapan janji Tuhan memang meletihkan, apalagi jika yang menanti tersebut hidup dalam himpitan penderitaan. Itulah yang seharusnya dialami oleh orang-orang setua Simeon dan Hana, tetapi mereka tidak demikian. Mereka percaya pada janji Tuhan dan mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat mengatur Tuhan untuk menepati janji-Nya. Maka yang mereka lakukan adalah tetap setia beribadah, berpuasa dan berdoa kepada Tuhan.

Mereka tidak pernah tahu kapan waktu yang tepat yang akan digenapi Tuhan untuk membebaskan Israel dari penderitaan dan terutama dari dosa mereka. Mereka juga tidak pernah tahu apakah mereka akan melihat atau mengalami sendiri penggenapan janji tersebut, tetapi mereka tetap setia. Mereka tidak mempedulikan penderitaan mereka atau tatapan sinis orang-orang yang seakan mengatakan betapa bodohnya mereka menantikan sesuatu yang masih lama tergenapi atau mungkin tidak akan tergenapi.

Simeon dan Hana percaya pada Allah yang telah membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir dan yang telah menunjukkan kuasa-Nya. Mereka percaya pada banyak nubuatan yang telah tergenapi yang mereka yakini bahwa Tuhan yang telah melakukan itu semua adalah Tuhan yang sama dengan Tuhan yang mereka percayai. Maka keyakinan mereka pada Tuhan tetap kokoh.

Di hari tua Simeon dan Hana tetap menyembah Tuhan dan melayani-Nya. Dan Tuhan memberikan mereka kesempatan untuk menikmati penggenapan janji-Nya yang membuat mereka memuji dan menyebarkan berita tentang janji Tuhan tersebut kepada orang lain. Mereka menikmati kelahiran Juruselamat mereka dan memuji semua kebaikan Tuhan. Mereka telah melakukan sesuatu sebagai contoh hidup dalam penghargaan pada penggenapan janji Tuhan.

Ada banyak orang yang sama beriman dengan mereka tetapi tidak memiliki kesempatan menikmati apa yang Tuhan janjikan. Ada banyak orang yang bersama mereka yang juga menantikan kedatangan Juruselamat tetapi tidak percaya bahwa Juruselamat itu telah datang. Mereka telah lama beriman tetapi akhirnya iman mereka goyah. Mereka sebenarnya hanya kelihatan beriman tetapi sebenarnya tidak beriman. Bahkan ada orang yang berusaha membinasakan Juruselamat manusia sebelum Juruselamat tersebut menikmati hidup-Nya.

Simeon dan Hana pada saat itu mungkin disebut sebagai orang yang idealis, yaitu orang yang terpaku pada pengertian mereka sendiri tanpa peduli pada apa yang ada di sekitar mereka. Tetapi sebenarnya itulah sifat orang beriman. Orang yang percaya pada apa yang Tuhan katakan dan tidak goyah sekalipun mereka mungkin tidak sempat menikmati penggenapan janji Tuhan selagi mereka hidup.

Sampai hari ini kita tidak tahu kapan Kristus akan datang kembali seperti janji-Nya. Waktu yang berlalu telah banyak membuat orang percaya berpaling dari janji Tuhan. Hal ini sebenarnya sedang membuktikan bahwa mereka tidak percaya pada Tuhan, sebab jika mereka percaya, mereka tentu akan tetap setia pada Tuhan. Tidak sedikit dari mereka yang meninggalkan saudara seimannya, bahkan ada yang dengan sinis menghina orang kristen yang menyembah Tuhan Yesus Kristus.

Saat inilah kita diuji, apakah kita tetap percaya pada pengharapan yang Tuhan janjikan ataukah kita akan meninggalkan Tuhan. Saat ini kita diuji apakah kita akan menjadi orang yang meninggalkan Tuhan atau tetap tegar seperti Simeon dan Hana yang telah menujukkan kepada kita bahwa Tuhan menggenapi janji-Nya. Apakah Tuhan yang sama tersebut tidak akan menggenapi janji tentang kedatangan-Nya kembali?

Dalam himpitan kesulitan hidup ini, marilah kita tetap kuat dalam iman.
Selengkapnya...

Melayani-Nya Adalah Kehidupan yang Diberikan-Nya

"Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman", itulah semboyan yang membentuk pola pikir saya tentang kehidupan ketika belum memiliki pasangan hidup dan apalagi memiliki sepasang buah hati anugerah Tuhan.

Saya mengerti bahwa kekuatan kasih sayanglah yang telah menghidupkan saya. Kekuatan dari sempurnanya kasih sayang seorang Juruselamat yang dengan setia telah mengantar saya mengarungi riak-riak bening irama kehidupan yang telah dirancang dalam ketentuan Dia sang empunya kehidupan.

Dalam kekuatan-Nya Dia mengasihi saya. Dia berikan pasangan hidup dan sepasang buah hati yang dipasangkan dalam pelayanan kasih-Nya. Saya tidak pernah berkhayal apalagi merencanakan untuk menjadi isteri seorang hamba Tuhan. Saya hanya mengikuti buaian hidup dengan segala keindahannya, sampai saya tersadar bahwa saya telah berada dalam ladang pelayanan Dia yang penuh kasih. Saya tidak menolaknya, karena saya bangga melayani-Nya bersama pasangan hidup saya yang adalah anugerah-Nya.

Di ladang pelayanan saya bertarung dengan semak belukar semua persoalan perjalanan hidup. Di ladang-Nya saya menabur, berteman panas terik yang menyengat, bergumul dengan lumpur-lumpur pekat diguyur lebatnya hujan masalah hari-hari. Saya hanya menabur dan tak bermaksud menuai karena saya tidak tahu kapan masa penuaian.

Kadang tiba keinginan untuk beristirahat ketika saya merasa kekuatan saya terkuras dan berkurang di lereng-lereng terjal persoalan. Kadang tiba keinginan untuk berdiam diri sejenak ketika keletihan ganas melucuti kasih sayang yang mulai luntur dijarah keinginan menghitung pengorbanan diri. Kadang saya merasa tekad dan penyerahan tidak lagi tegar untuk tidak menyerah dan pasrah pada rasa. Bahkan kadang saya merasa bahwa menyerah adalah anugerah.

Tetapi tatkala menatapi sepasang buah hati yang rebah di pangkuan jiwa, pulas dijanji-Nya Sang Empunya kehidupan, saya sadar bahwa hidup masih hidup dalam pelayanan yang menghidupkan. Pelayanan kehidupan dari Sumber Kehidupan.

Pelayanan tidak akan berhenti selama hidup berjalan dalam kehidupan. Pelayanan tidak akan berhenti selama pelayanan adalah pelayanan.

Saya dikuatkan ketika saya sadar bahwa saya dihidupkan dalam kehidupan yang sebenarnya tidak hidup. Saya dikutakan ketika kasih sayang menyelimuti hati dan jiwa saya. Kasih sayang yang begitu sempurna untuk saya yang tidak sempurna. Kekuatan kasih sayang inilah yang berkobar dalam hidup saya untuk terus melayani dan melayani terus selama hidup. Karena Dialah yang memberkati dan menambahkan usia kehidupan saya dalam pelayanan ini. (Ibu Tri)
Selengkapnya...

Senin, 02 Maret 2009

Orang Percaya yang Memberitakan Injil

16 Desember 2007 ...

Injil adalah kabar baik tentang kasih Tuhan bagi manusia yang berdosa. Kabar tentang manusia yang seharusnya dihukum dalam hukuman kekal di neraka tetapi karena anugerah Tuhan, manusia diselamatkan.

Karena Injil adalah kabar baik maka sudah seharusnya Injil didengar oleh setiap orang. Sementara itu bagi yang telah menerima berita Injil dan beriman pada berita tersebut sudah seharusnya secara otomatis akan membagikan apa yang telah dialaminya sebagai suatu ungkapan sukacita dan penghormatan kepada Tuhan yang telah bermurah hati menyelamatkannya.

Bagi Tuhan pemberitaan Injil tidak hanya harus terjadi karena orang percaya tergerak melakukannya tetapi semua harus terjadi atas kehendak Tuhan. Tuhan adalah Tuhan yang tidak pernah menjadi pelengkap atas sesuatu. Tuhan adalah pencipta maka Dialah yang berinisiatif untuk kemuliaan-Nya. Dia yang menciptakan dunia dan segala isinya, Dia pula yang berinisiatif mencari manusia ketika manusia mencoba melarikan diri dari hadapan-Nya ketika manusia (Adam dan Hawa) melawan larangan-Nya. Demikian juga ketika Dia berinisiatif menganugerahkan Anak-Nya yang tunggal menjadi penebus dosa manusia durhaka.

Itulah sebabnya karena Injil adalah milik Tuhan maka semua yang berhubungan dengan Injil adalah harus atas kehendak-Nya. Tuhan yang memberikan perintah kepada orang percaya untuk memberitakan Injil (Matius 28:18-19; II Timotius 4:2). Perintah Tuhan ini adalah wibawa-Nya yaitu satu pernyataan bahwa Dia berkuasa atas semua hal yang berhubungan dengan karya-Nya. Inilah yang dimaksudkan Alkitab ketika rasul Paulus berkata bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16).

Injil sebagai kabar baik adalah kabar tentang kuasa Allah. Dan pemberitaan Injilpun adalah pernyataan kuasa Allah dalam diri pemberita dan beritanya. Artinya setiap orang yang melaksanakan tugas pemberitaan Injil ada dalam kuasa Tuhan. Tuhan yang menentukan siapa yang harus menjadi pembawa berita dari-Nya dan pembawa berita tersebut adalah manusia yang telah mengalami apa yang akan dia beritakan.

Tuhan dapat saja memerintahkan malaikat sebagai pembawa berita dan itu mungkin jauh lebih efektif daripada manusia, tetapi Tuhan tidak melaksanakannya karena malaikat tidak merasakan anugerah pengampunan dari-Nya. Malaikat juga tidak harus bertanggungjawab terhadap kejatuhan manusia. Manusialah yang harus bertanggungjawab atas kejatuhannya dan hanya manusia yang merasakan anugerah keselamatan dari Tuhan yang mengembalikan stausnya dari kejatuhan atau keterpisahan dengan Tuhan kepada kehidupan dalam Tuhan. Dari dosa kepada kesucian, dari kehinaan kepada kemuliaan dan dari mati kepada hidup kekal.

Manusia yang telah menerima pengampunan dari Tuhan disebut sebagai orang percaya adalah orang yang telah memiliki hubungan dengan Tuhan untuk berkomunikasi. Berkomunikasi dengan Tuhan artinya dia dapat mendengar Firman Tuhan yang memerintahkan manusia untuk memberitakan Injil. Karena komunikasi ini juga telah membuka kesempatan kepada orang percaya untuk mengkomunikasikan apa yang dari Tuhan kepada manusia lainnya.

Memiliki komunikasi dengan Tuhan berarti memiliki hak untuk mendengar Firman Tuhan dan melaksanakannya. Juga berarti memiliki hak untuk menjadi pembawa berita dari Tuhan dan menikmati kuasa Tuhan. Tidak mengherankan jika orang percaya pada saat menerima langsung perintah dari Tuhan dengan sukacita menjadi orang-orang yang memberitakan Injil dengan kasih yang menggebu-gebu kepada orang berdosa. Mereka melaksanakan amanat atau perintah Tuhan dengan perasaan bangga karena mereka telah merasakan kuasa Tuhan dalam hidup mereka. Mereka juga meneruskan berita tersebut kepada orang percaya lainnya dalam tulisan yang mereka nyatakan dalam Alkitab.

Dalam pemberitaan Injil, Tuhan bukan hanya menjadi pemberi perintah tetapi Dia yang adalah sumber anugerah juga menganugerahkan penghargaan atau pahala kepada orang percaya yang dengan tulus dan penuh kasih melaksanakan perintah-Nya. Tuhan menjamin kehidupan orang percaya dalam kuasa-Nya yang luar biasa. Dia tidak pernah meninggalkan orang percaya dalam tugas pemberitaan Injil-Nya. Tidak heran jika kepada Timotius yang adalah anak imannya Paulus menyatakan "Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi pernyataan-Nya dan kerajaann-Nya. Beritakanlah Firman siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasehatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." (II Timotius 4:1,2).

Maka sebagai orang percaya apakah kita termasuk orang yang memberitakan Injil? Apakah kita merasa sebagai orang-orang yang dipercayakan tugas mulia dari Allah yang mahakuasa yang selalu berinisiatif dalam bertindak?

Selengkapnya...

Kau Pernah Mengatakannya

Saya baru saja melambaikan tangan kepada anak sulung saya yang berangkat ke tempat kursusnya, pada saat telepon berdering. Saya bergegas hendak mengangkatnya tetapi deringnya tiba-tiba mati. Saya berpikir itu pasti telepon dari teman anak saya.

Baru saja saya hendak ke dapur, telepon berdering lagi. Perlahan saya mengangkatnya dan terdengar suara si penelepon menyebut nama saya, tetapi nama itu adalah nama yang biasa disapa oleh teman-teman sekolah saya. Saya sadar, ini pasti teman sekolah saya dahulu.

Dugaan saya benar dan pembicaraan pun menjadi ramai karena kami saling bertanya tentang status masing-masing setelah lama berpisah.

"Suami saya seorang Pendeta." Suaranya sangat ceria.
"Koq, kamu bisa menikah dengan Pendeta? Dulu kamu tidak suka sama orang yang berkhotbah. Mengapa kamu berubah?" Saya mengingatkan masa lalu kami sambil tertawa.

"Iya, harusnya begitu. Tetapi kamu ingat nggak, waktu kita selesai mengikuti upacara bendera? Waktu itu kamu bilang, kamu sangat yakin bahwa kamu pasti masuk surga karena Tuhan Yesus telah menebus dosamu?" Lalu dia kembali menceritakan kisah itu.

"Saya lama merenungkan itu. Saya berpikir kamu terlalu berlebihan dan itu sangat mengganggu saya. Tetapi setuap kali saya bertemu denganmu saya selalu melihat kamu menghadapi sesuatu dengan begitu tenang dan sukacita. Apalagi waktu kamu katakan bahwa sayapun dapat memiliki itu jika saya menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi saya." Dia tertawa.

"Sudah lama selalu saya mencari alamatmu atau paling tidak nomor teleponmu. Saya ingin berterimakasih karena kamu pernah mengatakan sesuatu yang sangat berharga. Sekarang saya melayani Tuhan bersama keluarga saya dan saya bertekad menyampaikan kepada orang lain bahwa Tuhan Yesus juga mau mengampuni dosa mereka."

Setelah telepon ditutup, saya duduk sendirian. Saya tidak pernah menyangka bahwa pembicaraan yang hanya sepintas lalu pada saat kami masih SMP dulu ternyata dipakai Tuhan untuk membawa orang kepada-Nya. hari ini Tuhan mengingatkan saya bahwa saya pernah mengatakan sesuatu dan sesuatu itu adalah Injil.

Ternyata memberitakan Injil itu tidak pernah sia-sia. (Ochie)
Selengkapnya...

Minggu, 01 Maret 2009

Orang Percaya yang Beribadah

25 Nov 2007 ...

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu terjebak dalam tindakan melawan Tuhan. Tindakan ini tidak lahir karena dia berniat melakukannya tetapi karena dia tidak memiliki hubungan dengan Tuhan (berdosa). Dan sikap melawan manusia tersebut selalu tampak jelas dalam sikapnya dalam beribadah. Manusia menganggap beribadah kepada Tuhan adalah hal yang tidak penting sehingga mengabaikannya atau jika dia melaksanakannya maka biasanya pelaksanaan ibadah hanya merupakan suatu rutinitas semata tanpa mempedulikan makna sesungguhnya dari ibadah tersebut.

Dalam melaksanakan ibadah, manusia mau melakukannya dengan bebas menurut pandangannya sendiri, sehingga mengakibatkannya melakukan sesuatu yang bukan kehendak Tuhan. Dan akibat dari hal ini sangat fatal, karena manusia bukan hanya salah melakukan sesuatu yang seharusnya baik tetapi manusia telah memasuki wilayah yang tidak dikenan Tuhan. Manusia tidak lagi melihat Tuhan sebagai Tuhan, tetapi Tuhan telah dianggap sebagai sesuatu yang dapat diperlakukan setara dengan manusia.

Mengapa ini terjadi? Jawabannya adalah karena manusia tidak mengenal siapa Tuhan dan kalaupun dia mengenal siapa Tuhan itu, dia tidak percaya pada kekuasaan dan kedaulatan Tuhan atas dirinya, sehingga dia tidak mau menaati Tuhan. Tetapi jika manusia mengenal dan percaya kepada Tuhan, maka hal pertama yang harus ada dalam hidup manusia adalah bahwa dia harus mematuhi Tuhan. Sikap patuh ini muncul karena dia percaya akan kebesaran Tuhan dan kekuasaan-Nya dalam mengatur apapun yang Tuhan kuasai.

Percaya kepada Tuhan adalah kehendak Tuhan bagi manusia, karena dengan percaya kepada Tuhan itu berarti manusia mempersilahkan Tuhan bekerja dalam dirinya termasuk, membuatnya menjadi bagian dalam kekekalan yang disediakan Tuhan. Dan karena itu maka manusia memiliki hubungan dengan Tuhan. Hubungan tersebut adalah hubungan yang mengharuskan manusia mematuhi aturan Tuhan dalam cara dan sikap manusia dalam berhubungan dengan Tuhan dan dengan sesama manusia.

Terjalinnya hubungan manusia dengan Tuhan akan membuatnya bebas menyampaikan hormat dan takjubnya kepada Tuhan yang Mahakuasa dalam kehidupannya sehari-hari yang tampak dalam sikap ibadahnya kepada Tuhan.

Kata ibadah dalam Alkitab dinyatakan sebagai hubungan orang percaya dengan Tuhan dan dengan sesama. Hubungan dengan Tuhan adalah hubungan dalam penyembahan atau berbakti, sedangkan dengan sesama adalah hubungan dalam sikap hidup. Penyembahan adalah sikap yang menyatakan bahwa Tuhanlah satu-satunya penguasa yang layak dilayani, sedangkan sikap hidup adalah ungkapan hati orang percaya yang menyembah Tuhan yang dilihat dan dinikmati oleh sesamanya.

Sikap hati ini adalah sikap yang seharusnya ditujukan kepada Tuhan tetapi berdampak pada sesama. Dan sikap ini hanya dapat terjadi jika semuanya itu muncul dari hati yang mengasihi Tuhan dan atau disalurkan pada mengasihi sesama. Inilah yang disebutkan dengan iman yang melahirkan perbuatan yaitu saat dimana Tuhan melihat iman dan melihat manusia menerapkan imannya dalam kehidupan.

Karena ibadah adalah hubungan manusia dengan Tuhan maka ibadah juga adalah kekaguman dan syukur atas kebesaran Tuhan dan kepatuhan pada kehendak-Nya. Manusia yang kagum pada Tuhan adalah manusia yang bersyukur untuk segala kemuliaan-Nya sehingga akan patuh pada aturan-aturan Tuhan dalam berhubungan dengan-Nya. Dengan demikian kepatuhan kepada Tuhan adalah suatu yang penting dalam hidup manusia terutama orang percaya karena bersifat mutlak.

Kesadaran akan hal ini menimbulkan sukacita karena, bukankah tidak sia-sia beribadah kepada Tuhan, karena dengan demikian dia sedang menunjukkan bahwa dia memiliki hubungan yang dekat dengan pemilik dunia dan segenap alam raya? Dia dengan rela mempersembhakan tubuhnya kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup dan yang berkenan sebagai tanda ibadahnya (Roma 12:1).

Sementara itu dalam hubungan dengan orang lain dia mampu mengekang lidah dari kata-kata yang merusak dan mengunjungi yatim-piatu dan janda-janda untuk membantu mereka dalam mengatasi masalah dalam kehidupan mereka (Yakobus 1:26-27)




Selengkapnya...