Minggu, 26 April 2009

EPIPODIUS

Pada tahun 163 Masehi, ada banyak sekali orang Kristen yang menjadi martir. Salah satu dari mereka adalah Epipodius. Epipodius dilahirkan di Lyons, Gaul dan menjadi tokoh Kristen yang sangat berpengaruh, sehingga pasukan tentara menangkap dan memenjarakannya tanpa pengadilan. Agar bebas dari penjara, dia diminta untuk mempersembahkan korban kepada dewa-dewa Roma, tetapi Epipodius menolak permintaan tersebut dan menyatakan bahwa dia adalah orang Kristen yang dilarang menyembah berhala.

Penolakkannya ini mengakibatkan Gubernur marah dan menyatakan bahwa tidak ada gunanya hukuman-hukuman mati yang sudah dilaksanakan kepada banyak orang pada waktu yang lalu jika mereka yang mengakui Yesus tetap menolak untuk mempersembahkan korban kepada dewa Roma. Itu sebabnya Gubernur mempergunakan akal licik untuk membawa Epipodius menyangkal Yesus. Dia berlaku seolah-olah dia prihatin dengan nasib Epipodius dan menasehati Epipodius agar tidak menyia-nyiakan dirinya sendiri.

“Kami menyembah dewa-dewa yang memberikan kami kebahagiaan, bukan kematian, oleh sebab itu, tinggalkanlah Tuhanmu dan sembahlah dewa kami”, bujuk Gubernur.

Tetapi Epipodius menjawab, ”Engkau berpura-pura sangat baik kepadaku, padahal engkau sangat jahat. Kehidupan yang engkau maksudkan akan diikuti dengan hukuman yang kekal. Tetapi kamu memiliki kebahagiaan yang kekal, bukan seperti kebahagiaan yang diberikan para dewa. Kebahagiaan kekal itu telah disediakan Tuhan kepada kami. Manusia tersusun dari dua bagian, yaitu tubuh dan jiwa. Tubuh itu lemah dan akan binasa dan menjadi hamba jiwa. Perayaan berhalamu, mungkin memberikan kebahagiaan kepada makhluk hidup, tetapi tidak memberikan kebahagiaan yang kekal. Berhala-berhalamu menghancurkan bagian manusia yang sangat berharga yaitu jiwa. Kebahagiaanmu akan menuju kepada kematian yang kekal, sebaliknya penderitaan dan kematian kami akan membawa kami kepada kebahagiaan yang kekal.”

Kata-kata Epipodius yang berani tersebut membuatnya diletakkan di atas ranjang dan disiksa. Dia menahan penderitaan tersebut dengan sabar, dan makin membuat Gubernur dan orang-orang di sekitarnya marah dan geram. Dia berkata dia masih lebih rendah dari Tuhannya karena dia menderita di ranjang sementara Tuhannya menderita di atas salib yang hina. Jika dia menderita, maka hal itu bukanlah kehinaan, tetapi adalah kesempatan memuliakan Tuhan.

Gubernur tidak dapat menahan amarahnya dan menyuruh mengangkat Epipodius dari ranjang dan memancungnya. (Dikutip dari “Hidupku Bagi Kristus”)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar