Minggu, 19 April 2009

KETIKA IBU JANDA DI NAIN BERTEMU TUHAN YESUS (Lukas 7:11-17)

13 April 2008 …

Hidup sebagai seorang janda adalah hidup yang berat. Tetapi dibalik semua itu dia masih bersyukur karena memiliki seorang anak yang mengasihinya. Anak ini bertumbuh dalam kasihnya yang tulus dan memberikan harapan tentang masa depan yang indah. Tetapi suatu ketika anaknya sakit. Dia berusaha mendapatkan kesembuhan buat anaknya tetapi rasanya semua pintu tertutup rapat.

Ketika melihat anaknya terkapar tak berdaya dan dia tidak lagi dapat berbuat apa-apa, harapannya mulai menipis. Ingin rasanya mengambil semua rasa sakit yang diderita anaknya. Ingin rasanya menggantikan posisi anaknya dalam penderitaannya, tetapi bagaimana caranya?

Pada saat kesehatan anaknya makin lemah dan kritis, airmatanya menetes deras. Digenggamnya tangan anaknya mencoba memberi kekuatan tetapi dia tidak punya kuasa apapun. Napas anaknya tinggal satu-satu dan akhirnya berhenti. Semua berakhir. Anaknya telah mengakhiri rasa sakit tetapi sebagai seorang ibu, dia sedang melanjutkan rasa sakit yang makin menyakitkan.

Ketika anaknya harus dimakamkan, kesedihannya makin melukainya. Dia harus terpisah dengan anaknya dengan jarak yang tidak dapat diukurnya. Apalagi saat orang-orang mulai mengusung jenasah anaknya kea rah luar kota. Dia berjalan mengiringinya dengan hati seakan pergi bersama anaknya. Seandainya dia dapat mengatur hidup bersama anaknya, maka saat inilah saat yang paling tepat untuk pergi bersama sang anak. Tetapi apa dayanya?

Di gerbang kota, rombongan orang yang mengusung anaknya berjumpa dengan rombongan lain yang sedang menuju kota dengan sukacita karena mereka berjalan dengan seseorang yang spesial. Seorang yang dipercaya sebagai Mesias. Kesedihan yang dalam telah membuat sang ibu janda tidak peduli dengan apa yang sedang ada di hadapannya. Tetapi dia terkejut ketika ada suara yang bergema di telinganya di antara ratap tangis orang-orang yang menyertainya. “Jangan menangis!”

Dia menengadahkan wajahnya untuk melihat siapa yang berkata, dan … matanya beradu dengan sepasang mata yang sangat teduh dan penuh kasih. Dari pancaran sinar mata itu dia tahu bahwa orang itu turut merasakan dukacitanya. Tatapan itu membuatnya tenang karena dirasanya hatinya dipenuhi kuasa ilahi yang sangat besar. Dia sepertinya kembali menggengam semua harapan yang tadinya hilang bersama kematian anaknya.

Kemudian orang yang menyuruhnya berhenti menangis tersebut menyentuh usungan mayat anaknya dan mengakibatkan para pengusung menghentikan langkah mereka. Orang tersebut tiba-tiba berkata kepada anaknya yang sedang terbujur kaku tak bernyawa, “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah”. Suara-Nya penuh kuasa seakan merobek tirai pekat yang memisahkan kehidupan dengan kematian. Selama ini belum pernah ada orang yang begitu berani berbicara dengan mayat, apalagi memerintahkannya untuk bangun dari kematian. Tetapi orang ini berbicara dengan wibawa sebagai orang yang berkuasa atas kematian.

Dalam kebingungannya tiba-tiba dia melihat anaknya telah bangun dan duduk bahkan sedang berbicara dengan orang yang memerintahkannya untuk bangun tersebut. Dia tidak lagi melihat reaksi orang-orang yang takut, kaget, gempar dan yang bersyukur yang ada di sekelilingnya. Matanya hanya terpaku pada orang yang penuh kuasa yang dengan tenang menuntun anaknya datang pada pelukannya.

Tuhan telah datang di Israel dan tidak ada orang yang akan sanggup membantahnya. Tuhan telah mengubah arah perjalanannya dari perjalanan mengantar mayat anaknya ke luar kota menjadi perjalanan yang mengiringi Tuhan yang telah menghidupkan orang mati masuk ke kotanya. Tuhan telah mengubah dukacitanya menjadi sukacita, bersama semua orang yang menyertainya.

Dalam dukacitanya Tuhan datang memberikan sukacita dan sekarang dia tidak lagi dapat menahan diri bersama-sama dengan orang lain menjadi pembawa berita tentang kuasa Tuhan Yesus yang telah dialaminya. Dia menyatakan kepada semua orang tentang hal ajaib yang telah dia dan anaknya alami dan itu menjadi jaminan bahwa Tuhan Yesus berkuasa atas kematian.

Hari-hari berikutnya setiap kali dia melihat pertumbuhan anaknya dia selalu teringat akan kasih Tuhan yang datang pada saat dia kehilangan pengharapan. Dia ingat bahwa tidak seharusnya merasa tidak punya pengharapan sekalipun hidup sebagi seorang janda. Tuhan selalu dapat melakukan perkara besar dalam hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar