Minggu, 26 April 2009

Rita

Sejak kecil dia selalu berangan-angan memiliki sesuatu yang indah dan tidak pernah akan pudar. Semua yang indah selalu melintas di hati dan kerinduannya. Dia ingin menggenggam semua impiannya dengan kuat agar apa yang dimilikinya tidak akan hilang atau pergi dari padanya. Tidak heran jika sejak remaja dia tidak menyia-nyiakan apa yang harus dilakukannya.

Sementara teman sebayanya melanjutkan pendidikan, dia sendiri sibuk mengejar angannya. Bahagia harus digapainya hari ini agar besok bahagia masih tetap digenggamnya, itu telah menjadi semacam moto dalam hidupnya. Dan sepertinya dia telah menemukan apa yang harus ditemukannya.

Angannya kini berada dalam pelukannya dan makin lengkap ketika dia berjumpa seorang pemuda yang dalam ukuran hatinya, berhasil menggetarkan lubuk rasanya yang paling dalam. Dia sadar, dia telah jantu cinta, bukan hanya kepada pemuda ini, tetapi juga kepada Tuhannya pemuda ini. Tuhan yang dulu diabaikan bahkan dicemooh di kalangan teman dan keluarganya sendiri yang menganggap bahwa Tuhannya yang disembahnyalah yang benar dan satu-satunya, bukan yang lain.

Dia bangga menjadi pendamping orang yang dicintainya. Mendampinginya dalam perjalanan hidup yang diharapkannya mengalir tiada henti. Tetapi ternyata hidup tidak mengalir teduh, melainkan menghantam banyak bebatuan di lereng-lereng terjal. Mengikis tepian ngarai dan melukai bumi orang-orang tercinta di sekelilingnya.

Apalagi saat orang yang dicintainya pergi untuk selamanya, padahal dia memiliki dua orang anak. Rasanya dunia tidak lagi indah dan cocok bagi dirinya. Setiap hari berganti dia ingin matanya tidak lagi terbuka melihat penderitaannya. Dia ingin ketika hari berganti dia sudah jauh melayang ke tempat yang dia sendiri tidak dapat membayangkannya. Tetapi ketika tatapannya memeluk buah hatinya yang teduh mengharapkan kasih sayangnya, dia kembali kuat.

Dia ingat kata-kata yang sering diucapkan ayah anak-anaknya, “Tuhan Yesus sanggup menyediakan sorga yang mulia bagi orang percaya. Apakah mungkin Dia tidak sanggup menolong kita di tempat yang hina ini? Apakah mungkin Dia meninggalkan kita di sini jika Dia telah berjanji akan menyertai kita sampai di sorga?”

Yah, dia harus percaya, meskipun yang mengucapkannya gagal sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar