Kamis, 30 April 2009

ORANG PERCAYA YANG MENGUCAP SYUKUR

06 Juli 2008 …

Salah satu kehendak Allah dalam hidup orang percaya adalah orang percaya harus “mengucap syukur senantiasa”. Hal ini sangat penting dipahami karena mengucap syukur bukanlah sesuatu yang hanya menjadi hiasan bibir orang percaya tetapi mengucap syukur adalah perintah Allah yang tidak dapat diubah. Mengucap syukur juga bukan hanya ungkapan dalam lagu yang sering dinyanyikan dengan riang.

Mengucap syukur adalah berterimakasih kepada Tuhan sambil membuang atau mengabaikan keluh kesah. Seorang percaya tidak dapat mengucap syukur sambil berkeluh kesah atau mengeluh. Kedua hal tersebut tidak dapat berjalan bersama-sama karena sangat bertolak belakang. Mengucap syukur adalah tanda terima kasih sementara keluh kesah adalah tanda tidak pernah puas atas semua tuntutan yang diajukan sekalipun telah dikabulkan.

Perintah untuk mengucap syukur bagi orang percaya adalah perintah yang sudah sepantasnya dijalani. Bagi orang percaya hal ini seharusnya berjalan dengan normal sebagai luapan ketakjuban akan kemurahan Tuhan. Tuhan tidak memberikan perintah ini dengan alasan yang perlu penjelasan panjang lebar karena alasan yang paling utama adalah alasan yang berhubungan dengan kekekalan.

Orang percaya bersyukur karena dia tidak hanya memiliki dan menikmati sesuatu dalam dunia yang terbatas ini tetapi terutama karena dia memiliki kehidupan bersama Tuhan dalam kekekalan. Dan sebagaimana sifat Tuhan yang mulia maka perintah mengucap syukur adalah perintah yang berhubungan dengan sifat-Nya tersebut. Artinya pengucapan syukur adalah sifat dalam tindakan yang dihubungkan dengan kemuliaan.

Hanya orang yang memiliki akses dengan kemuliaan Tuhan yang dapat merasakan indahnya keharusan mengucap syukur. Orang yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan tidak hanya tidak merasakan, tetapi juga tidak dapat melaksanakan perintah tersebut, apalagi menikmatinya dengan sepenuhnya.

Mengucap syukur adalah perintah bagi orang percaya yang memiliki jaminan akan menikmati kehidupan bersama Tuhan dalam kekekalan dan kemuliaan. Hal ini tidak mungkin diabaikan orang percaya hanya karena dia tidak menyadari bahwa dia harus melaksanakannya. Ketidaksadaran akan pengucapan syukur adalah sama dengan ketidaksadaran akan kemurahan Tuhan bahkan ketidaksadaran akan pribadi Tuhan. Dan akibat dari hal ini adalah sama dengan melakukan dosa lainnya yang dibenci Tuhan.


Adalah merupakan sesuatu yang aneh jika orang percaya tidak mengucap syukur. Bahkan dapat disebut bahwa orang percaya yang tidak mengucap syukur adalah orang yang tidak tahu bahwa dia adalah orang yang paling beruntung di antara semua manusia di dunia karena dia memiliki Tuhan yang Mahakuasa dan peduli. Bagi orang percaya, setiap detik hidupnya tidak ada tempat bagi perasaan diabaikan Tuhan.

Tuhan tidak hanya Tuhan yang memberikan kehidupan kekal di masa depan, tetapi adalah Tuhan yang memelihara kehidupan orang percaya saat ini. Bahkan jika dipahami dengan benar, sebenarnya Tuhan tidak hanya memelihara kehidupan orang percaya saja, tetapi juga memelihara kehidupan alam semesta ini. Dia adalah Tuhan atas semesta. Dia adalah pencipta dan pemilik semuanya.

Memang sangat sulit menemukan analogi yang tepat bagaimana Tuhan memelihara kehidupan orang percaya. Sekalipun Alkitab menyatakan bahwa Tuhan adalah Gembala, tetapi itu belum dapat dengan jelas menggambarkan dengan tepat hubungan pemeliharaan Tuhan atas orang percaya. Dalam pemahaman manusia, seorang gembala adalah orang yang memiliki saat beristirahat dan meninggalkan dombanya sendirian. Sementara Tuhan tidak pernah sekejappun mengabaikan orang percaya dapat memiliki pemahaman betapa perdulinya Tuhan.

Jika Tuhan tidak pernah meninggalkan orang percaya, apakah yang seharusnya disampaikan orang percaya kepada Tuhan? Dapatkah dia mengabaikan Tuhan dan tidak mengucap syukur atas-Nya? Alkitab menyatakan bahwa Tuhan menyediakan segala sesuatu bagi orang percaya. Demikian juga dengan contoh yang ditunjukkan Tuhan Yesus ketika Dia melakukan sesuatu atas apa yang diterima-Nya, Dia selalu mengucap syukur menjadi ciri khas kehidupan orang percaya tanpa terkecuali.

Masalah yang sering muncul dalam cara orang percaya dalam mengucap syukur adalah bahwa ucapan syukur tersebut hanya muncul ketika dia menerima sesuatu yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Dan lebih parah lagi jika ucapan syukur tersebut hanya berupa ungkapan mulut pada saat dan tempat tertentu. Seharusnya orang percaya memahami dengan benar arti dari "mengucap syukur senantiasa".

Selengkapnya...

Kami Baru Dapat Menyampaikan, “Terima Kasih”

Hari masih sore, matahari masih tergantung tenang di kejauhan yang jauh. Kami berdiri sejenak di tangga menuju pintu sebelum membuka pintu yang terkunci. Rasanya ada yang aneh dalam hati kami karena kami tidak pernah membayangkan bisa berada di sini.

Perlahan kami memasuki ruangan dan menaiki tangga menuju ruangan yang diperuntukkan bagi kegiatan ibadah kami. Ruangan ini berisi 50 buah kursi dan sebuah mimbar. Beberapa saat kami tidak dapat berkata-kata tetapi hati kami penuh sukacita bahkan rasanya airmata akan jatuh menitik jika kami tidak dapat menahan perasaan.

Di luar matahari sudah tidak tampak lagi pada saat tirai jendela terurai. Malam telah bertamu membungkus persada. Dingin mulai membungkus alam dan pendingin di ruangan inipun menemani kami seolah menyatakan bahwa dia akan membuat kami nyaman saat memuja Tuhan.

”Tuhan memang luar biasa!”, pekik salah seorang dari kami. Matanya berkaca tetapi senyumnya mengembang ceria. Kami saling melempar senyum yang muncul dari rasa bangga dan takjub yang luar biasa pada karya Tuhan dalam persekutuan kami. Dan kami bergantian berdoa sambil menduduki semua kursi yang ada dan membayangkan sukacita jemaat ketika menikmati persekutuan sesama anak Tuhan.

Hari menjelang malam dan beringsut makin jauh ke larut yang hening tanpa kata. Kami masih menikmati suasana yang kami sendiri tidak tahu bagaimana harus menggambarkannya. Kami hanya dapat menikmatinya dengan perasaan yang penuh kekaguman pada kuasa Tuhan yang telah memberikan semua ini.

Malam ini kami hanya berlima, tetapi besok pagi kami bersama saudara-saudara seiman yang telah setia bersama kami dalam pelayanan yang cukup panjang dan penuh pergumulan akan mulai beribadah minggu di tempat ini. Besok kami akan duduk dengan sukacita dan berbakti dengan damai untuk mengagungkan Tuhan.

Ketika malam makin larut, kami melangkahkan kaki meninggalkan ruangan dan gedung ini untuk kembali esok hari dengan sukacita dan perjuangan yang harus kami menangkan. Hari ini kami telah melihat kuasa Tuhan dalam pelayanan kami. Tuhan telah menggerakkan anak-anak-Nya untuk mengijinkan kami melayani di tempat ini tetapi kami baru dapat menyampaikan, “Terima kasih!” Baru kata itu yang kami miliki, tetapi itu dari hati dan jiwa kami. (GAA Tng)

Selengkapnya...

Rabu, 29 April 2009

ORANG PERCAYA YANG BERGAUL

22 Juni 2008 ...

Tidak baik kalau manusia sendiri saja, itulah yang dinilai Tuhan ketika Dia melihat Adam ciptaan-Nya. Kesendirian memang adalah ciptan Tuhan dan hal itu tidak salah tetapi sekalipun manusia tidak mengeluh karena kesendiriannya, Tuhan tahu bahwa tidak baik manusia sendirian. Tuhan tidak bertindak mengisi kesendirian manusia dengan kepuasan dan membuat manusia menikmati kesendiriannya tetapi Tuhan mempunyai rencana bagi manusia sehingga tidak baik baginya tetap dalam kesendirian.

Tuhan menetapkan bahwa manusia harus memiliki teman untuk saling berbagi perasaan, pengalaman dan banyak hal yang dia miliki dengan sesamanya. Teman atau sesama yang Tuhan tempatkan di samping manusia (Adam) pada awalnya bertujuan sebagai penolong yang sepadan. Selain itu kehidupan manusia yang sempurna karena memiliki pasangan, sahabat dan penolong yang sepadan adalah utuk menunjukkan gambar Allah bagi makhluk lainnya. Maka tidak heran jika manusia tidak dapat dan tidak boleh hidup sendiri di antara ciptaan Tuhan yang lain.

Pada waktu penciptaan, Adam dan Hawa memahami dan menikmati hidup kebersamaan mereka sebagai manusia yang tidak sendirian. Kebersamaan mereka tetap mereka nikmati bahkan sampai saat mereka jatuh ke dalam dosa. Memang pada saat mereka jatuh dalam dosa gambar Allah menjadi rusak, tetapi kebutuhan akan penolong dan tugas menolong tetap ada. Adam dan Hawa telah jatuh ke dalam dosa, dan mereka harus bertanggung jawab atas tindakan mereka yang salah. Mereka tidak dapat terus menerus saling menyalahkan karena mereka tetap memiliki rasa saling memiliki dan saling menolong untuk menyelamatkan diri mereka, sekalipun itu tidak berhasil di mata Tuhan.

Ketika manusia jatuh dalam dosa, secara rohani mereka telah terpisah dari Tuhan dan secara otomatis berada dalam kesendirian. Tetapi Tuhan tidak memisahkan manusia dari manusia dan membuat mereka hidup tanpa hubungan atau menjalani kehidupan masing-masing. Tuhan tetap konsisten bahwa tidak baik manusia hidup sendirian. Bahkan Tuhan menambahkan anak cucu bagi mereka agar mereka dapat melanjutkan hidup yang ditugaskan Tuhan. Di hidup itu mereka dapat bergaul dengan lebih banyak orang dan menikmati kehidupan secara bersama-sama.

Memiliki teman dan bergaul dengan sesama adalah hal yang diinginkan Tuhan dan hal itupun adalah ciptaan Tuhan sebagaimana Dia menciptakan Hawa sebagai teman bergaul Adam.Tetapi belajar dari kesalahan Adam dan Hawa dalam bergaul, yaitu ketika mereka mengabaikan Tuhan dan lebih memilih mendengar Iblis dalam pergaulan mereka, maka Tuhan memperingatkan manusia bahwa ada oknum yang harus dihindari dalam pergaulan.Dia adalah iblis yang tidak ingin manusia hidup bergaul dengan Allah.

Iblispun ingin manusia bergaul dengan sesamanya tetapi dengan tujuan yang berbeda dengan Tuhan. Iblis mau dalam pergaulan manusia dengan sesamanya, manusia lebih mementingkan diri sendiri daripada menerapkan pergaulan yang Allah kehendaki pada awal kehidupan manusia. Iblis membuat manusia seolah membutuhkan sesamanya tetapi sebenarnya hanya untuk memanfaatkan sesama demi keuntungan pribadi.Hal tersebut dapat dilihat pada saat iblis menggunakan kebersamaan Adam dan Hawa untuk saling menjatuhkan.

Tetapi Allahh tidak tinggal diam. Dia mengutus anak-Nya Yesus Kristus untuk datang bergaul dengan manusia dan mengalahkan iblis. Tuhan Yesus bergaul bukan untuk keuntungan-Nya tetapi untuk menjadi penolong manusia kembali kepada Allah. Pada saat Tuhan Yesus datang sebagai manusia dan bergaul dengan mereka, Dia bergaul dengan orang-orang berdosa bukan karena Dia tidak mau bergaul dengan orang yang terhormat. Dia sedang menunjukkan apa artinya bergaul dengan sesama manusia. Dia tidak tiba-tiba menjadi terhormat karena bergaul dengan orang terhormat. Demikian juga Dia tidak dengan otomatis menjadi orang berdosa karena bergaul dengan orang berdosa.

Dia bergaul untuk menolong mereka. Dia bergaul untuk menolong orang terhormat agar mereka menyadari bahwa mereka akan lebih terhormat jika mereka menghormati ciptaan yang diciptakan setara dengan mereka termasuk mereka yang dianggap tidak terhormat. Dia juga bergaul dengan orang-orang yang dianggap tidak terhormat untuk menolong mereka agar menyadari bahwa mereka juga adalah orang-orang yang pantas menerima penghormatan.

Dengan demikian jelas bahwa jika orang percaya bergaul di antara sesamanya maka itu adalah anugerah untuk saling menolong seperti tujuan Tuhan menciptakan Hawa di sisi Adam. Orang percaya harus meneladani cara bergaul yang ditunjukkan Tuhan Yesus. Bergaul untuk memberi keuntungan dan menjadi berkat.

Selengkapnya...

Bukan Sok Suci

Dia pernah bertanya, "Mengapa anak-anak dari orang tua yang melayani Tuhan selalu dituntut untuk selalu bersikap baik sedangkan mereka yang orang tuanya tidak terlalu aktif di gereja dapat hidup nyaris seenaknya? Apakah lebih baik memiliki orang tua yang mengabaikan pelayanan daripada orang tua yang terlibat dalam pelayanan?"

Pertanyaannya ini tidak pernah bermaksud menuntut orang tuanya agar bermasa bodoh terhadap pelayanan apalagi mengabaikannya, tetapi ini hanyalah salah satu ungkapan dari begitu banyak pertanyaan yang dia miliki dalam hidupnya. Dia tidak selalu memiliki jawaban terhadap pertanyaan yang ada dan dia sendiri tidak selalu dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dia hanya berusaha menjawabnya sendiri.

Sampai pada suatu ketika dia diajak menikmati apa yang digandrungi anak-anak remaja seusianya. Dia disodori dan tawari hal-hal yang bagi remaja seusianya harus dinikmati agar dikatakan sebagai "anak gaul" dan tidak dianggap kolot atau sok suci. Di saat itu dia terpana tetapi dia cepat beraksi menolak.

"Saya tidak bermaksud sok suci tetapi saya tidak perlu menjadi 'anak gaul'. Saya cukup puas dengan apa yang saya miliki saat ini. Saya tidak perlu menyakiti Tuhan yang begitu baik pada saya", demikian kata hatinya. Dia menolak tawaran itu bukan karena orang tuanya tetapi karena dirinya sendiri dan rasa hormatnya kepada Tuhannya.

Dan kepada orang-orang yang dihormatinya dia menceritakan dengan rasa bangga akan kemenangan hatiya dari hal-hal yang akan membuatnya menjadi orang percaya yang mengabaikan Tuhannya. Saat itu dia tahu jawaban dari pertanyaan mengapa dia selalu dituntut untuk bersikap baik. Ternyata hal itu bukan untuk sesuatu di luar dirinya tetapi adalah untuk dirinya. Kehidupan menyenangkan hati Tuhan ternyata bukan untuk mereka yang orang tuanya melayani Tuhan tetapi karena setiap orang percaya harus melakukannya.

Kini dia telah memiliki jawaban atas satu pertanyaan, memang masih ada pertanyaan lain yang muncul berurutan menanti jawaban. Tetapi satu hal yang dia tahu, dia tidak bermaksud sok suci dalam masa remajanya. Dia hanya mau hidup apa adanya sebagai anak Tuhan yang telah ditebus dengan darah Tuhan Yesus yang mahal. (My Qel)

Selengkapnya...

Minggu, 26 April 2009

KHOTBAH PANJANG YANG BARU SAJA BERAKHIR

15 Juni 2008 …

Setelah menjadi seorang Kristen, dia memiliki kerinduan untuk mengenal Tuhan dengan benar dan melayani-Nya dengan setia. Kerinduannya berkobar dengan benderang di tengah pergumulan hidup yang menghadang. Kadang pergumulan hidupnya membuatnya harus melihat kembali kasihnya terhadap orang-orang yang sangat berjasa dalam hidupnya tetapi harus disisihkannya sejenak karena cintanya kepada Tuhan Yesus Juruselamatnya.

Ketika kehidupan terus berjalan dia menjalaninya dengan kedamaian penyerahan kepada Tuhannya. Dan kedamaian itu tampak dalam kebeningan hidupnya. Bening yang menampakkan alur-alur derita sepanjang tapak yang terbentang di seluruh hamparan hidupnya yang menjadi sebuah khotbah dan dibaca orang-orang yang ada di sekitarnya.

Maka ketika dia tiba di saat yang tidak pernah dia bayangkan, saat penderitaan datang menari-nari di hidupnya, dia terdiam. Diamnya adalah renungannya dalam perjalanan. Diamnya adalah saat dimana orang-orang di sekitarnya menatap imannya. Menatap kedamaian yang bening terhampar yang dia miliki bersama Tuhannya.

Penderitaannya berhasil membuat dia tidak menyadari bahwa dia sedang berkhotbah ketika bertahta amgkuh dalam dirinya. Derita dan sakitnya adalah khotbah yang berbicara tentang tekad hidup yang kuat dan tidak sudi menyerah. Tentang alunan sikap hidup dan cinta yang bertebaran dari hatinya. Dan tentang kehidupan beriman pada Juruselamat yang harus kokoh sekokoh-kokohnya.

Dalam sakit yang panjang yang makin sakit, khotbahnya terus menggugah setiap hati yang tertegun menatap tajamnya penderitaan yang menikamnya. Dia mengarahkan siapapun yang terpana pada perjuangannya kepada kenyataan bahwa dalam menjalani hidup dia hanyalah tapak yang menapak ke arah yang tidak dilihatnya tetapi pasti akan tiba di sana dalam ketenteraman yang tidak dapat diusik siapapun.

Kadang di tengah khotbahnya dia menaikkan pujian kepada Tuhannya yang berjalan bersamanya dan dengan penuh kasih menggendongnya ketika harapan mulai goyah dan tuntutan kebahagiaan mengintip tak terasa. Dia menaikkan pujian ketika tangan Tuhannya membelainya saat dia merasa sendirian karena pendengar khotbahnya sibuk dengan diri mereka sendiri. Mereka bukan tidak memperhatikannya tetapi karena ada banyak hal di sekitar khotbahnya yang menarik mereka untuk segera menerapkan apa yang sedang mereka pahami.

Kadang di tengah khotbahnya dia memejamkan matanya dan menaikkan doa kepada Bapa sorgawinya yang setia mengusap airmatanya ketika kepedihan hatinya mengusik perlahan tanpa kata. Dia menaikkan doa saat pendengar khotbahnya mulai resah dalam keletihan mereka. Dia menyapa Bapanya saat Bapanya tersenyum ketika dia juga mulai resah. Dan pada saat seperti itu dia mendengar suara Bapanya mengatakan, ”Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau, jangan bimbang, sebab Aku ini Allahmu: Aku akan meneguhkan, bahkan menolong engkau dengan tangan kanan-Ku dan membawa kemenangan” (Yes 41:10).

Kadang dia beringsut mengubah arah tatapannya agar pendengar khotbahnya bisa fokus menikmati kebenaran yang bersinar dari deritanya. Kadang dia berhenti sejenak mengatur intonasi detak hatinya ketika sakit dari lukanya mencubiti rasanya. Dan kadang dia merasakan khotbahnya harus dia selesaikan tetapi dia tidak memiliki kuasa untuk itu.

Tetapi pada saat khotbahnya akan berakhir dia ingat saat suara jiwanya mengalunkan harapan dan pujian; ketika dia melayangkan matanya ke gunung-gunung dan menanti pertolongan Tuhan yang menjadikan alam dan semesta raya. Tuhan yang tidak pernah membiarkan kakinya goyah dan senantiasa menjaganya tanpa pernah terlelap karena sesungguhnya penjaganya tidak pernah tertidur.

Tuhan menaunginya di sebelah tangan kanannya sehingga matahari tidak dapat menyakitinya pada waktu siang atau bulan pada waktu malam. Tuhan adalah penjaganya pada waktu kecelakaan mengintai nyawanya sehingga ia dapat menjalani kehidupannya dalam damau sepanjang masa (Mzm 121).

Dan akhirnya khotbahnya pun berakhir setelah bertahun-tahun bening hidupnya dinikmati orang-orang terkasih. Dia telah selesai menunaikan tugas dan pulang ke rumah Tuhannya. (Ni Made Welly P.)

Selengkapnya...

Rita

Sejak kecil dia selalu berangan-angan memiliki sesuatu yang indah dan tidak pernah akan pudar. Semua yang indah selalu melintas di hati dan kerinduannya. Dia ingin menggenggam semua impiannya dengan kuat agar apa yang dimilikinya tidak akan hilang atau pergi dari padanya. Tidak heran jika sejak remaja dia tidak menyia-nyiakan apa yang harus dilakukannya.

Sementara teman sebayanya melanjutkan pendidikan, dia sendiri sibuk mengejar angannya. Bahagia harus digapainya hari ini agar besok bahagia masih tetap digenggamnya, itu telah menjadi semacam moto dalam hidupnya. Dan sepertinya dia telah menemukan apa yang harus ditemukannya.

Angannya kini berada dalam pelukannya dan makin lengkap ketika dia berjumpa seorang pemuda yang dalam ukuran hatinya, berhasil menggetarkan lubuk rasanya yang paling dalam. Dia sadar, dia telah jantu cinta, bukan hanya kepada pemuda ini, tetapi juga kepada Tuhannya pemuda ini. Tuhan yang dulu diabaikan bahkan dicemooh di kalangan teman dan keluarganya sendiri yang menganggap bahwa Tuhannya yang disembahnyalah yang benar dan satu-satunya, bukan yang lain.

Dia bangga menjadi pendamping orang yang dicintainya. Mendampinginya dalam perjalanan hidup yang diharapkannya mengalir tiada henti. Tetapi ternyata hidup tidak mengalir teduh, melainkan menghantam banyak bebatuan di lereng-lereng terjal. Mengikis tepian ngarai dan melukai bumi orang-orang tercinta di sekelilingnya.

Apalagi saat orang yang dicintainya pergi untuk selamanya, padahal dia memiliki dua orang anak. Rasanya dunia tidak lagi indah dan cocok bagi dirinya. Setiap hari berganti dia ingin matanya tidak lagi terbuka melihat penderitaannya. Dia ingin ketika hari berganti dia sudah jauh melayang ke tempat yang dia sendiri tidak dapat membayangkannya. Tetapi ketika tatapannya memeluk buah hatinya yang teduh mengharapkan kasih sayangnya, dia kembali kuat.

Dia ingat kata-kata yang sering diucapkan ayah anak-anaknya, “Tuhan Yesus sanggup menyediakan sorga yang mulia bagi orang percaya. Apakah mungkin Dia tidak sanggup menolong kita di tempat yang hina ini? Apakah mungkin Dia meninggalkan kita di sini jika Dia telah berjanji akan menyertai kita sampai di sorga?”

Yah, dia harus percaya, meskipun yang mengucapkannya gagal sekalipun.

Selengkapnya...

ORANG PERCAYA YANG MEMIKUL SALIB

08 Juni 2008 …

Dalam kekristenan saat ini ungkapan ‘memikul salib’ sudah jarang didengar. Jika diperhatikan sepintas lalu, maka akan didapati bahwa ungkapan ini hanya muncul dalam syair beberapa lagu rohani lama dan itupun sudah jarang dinyanyikan. Kata atau ungkapan pikul salib memang tidak populer, bukan karena persoalan model salibnya tetapi karena sikap hidup manusia dan pandangan teologi (ajaran).

Manusia memang tidak begitu menyukai kata ‘memikul salib’ karena kata ini dihubungkan dengan penderitaan. Sedangkan bagi manusia, penderitaan sudah seharusnya dihindari atau diperangi. Manusia secara pribadi atau kelompok bahkan secara bangsa berusaha memajukan kesejahteraannya dengan berbagai cara agar tidak menderita. Pokoknya tidak ada manusia yang rela menderita jika hal tersebut masih dapat dihindari.

Secara teologis, pikul salib dipandang sebagai sesuatu yang hanya terjadi pada sebagian orang percaya saja. Para rasul, atau pelayan Tuhan lainnya adalah mereka yang memang sudah seharusnya memikul salib karena mereka memang sudah ditentukan atau memilih untuk hal tersebut. Sementara sebagian besar orang percaya tidak dikenakan hal tersebut. Mereka memandang bahwa Tuhan adalah Raja yang kaya yang memberikan berkat kepada anak-anak-Nya dengan berlimpah. Tuhan tidak mempunyai rancangan untuk membuat anak-anak-Nya menderita, Dia memiliki rancangan damai sejahtera dan hidup dalam kelimpahan.

Pandangan ini memang berasal dari Alkitab dan sangat gencar diajarkan. Dan hal ini bertepatan dengan sifat dan kebutuhan manusia yang mendambakan ajaran dan jaminan bahwa dia tidak akan menderita. Maka tidak heran jika kata ‘memikul salib’ menjadi sesuatu yang asing bagi orang kristen.

Sangat disayangkan bahwa ajaran ini telah mempersempit ajaran Alkitab karena sebenarnya Alkitab tidak hanya mengajarkan hal tersebut. Alkitab bahkan memberi contoh yang sangat mulia dalam kehidupan Tuhan Yesus. Alkitab harus dilihat secara utuh dan orang percaya pasti akan menemukan pernyataan Alkitab yang mengajarkan bahwa orang percaya harus memikul salib sebagai tanda pengikut Tuhan (Matius 10:38; 16:24; Markus 8:34; Lukas 9:23; 14:27).

Perhatikan bahwa Injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas) mencatat pernyataan Tuhan Yesus tentang memikul salib. Ini artinya pernyataan (firman) ini sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Orang percaya akan melakukan kesalahan besar jika dengan sengaja mengabaikannya.

Firman Tuhan agar orang percaya memikul salib adalah firman yang disampaikan-Nya dalam konteks untuk menjadi pengikut-Nya. Dalam hal ini orang percaya perlu penyerahan total pada kuasa-Nya. Artinya setiap orang percaya seharusnya menggantungkan seluruh hidupnya kepada Tuhan dengan menjadikan semua yang dikasihi jika dibandingkan dengan kasih kepada-Nya menjadi sesuatu yang tidak berharga.

Firman ini disampaikan Tuhan Yesus bukan pada saat murid-murid dalam penderitaan tetapi justru pada saat mereka sedang bersama dengan Tuhan. Firman ini disampaikan dalam rangka mempersiapkan murid-murid-Nya menghadapi perjalanan hidup sebagai orang percaya. Bukan karena mereka akan menderita tetapi untuk pernyataan iman dan kasih mereka dan semua orang percata kepada Tuhan.

Tidak heran jika sejarah mencatat bahwa para murid dan sebagian besar orang percaya begitu teguh pada saat Tuhan Yesus kembali ke sorga. Mereka setia sampai mati bagi Tuhan mereka. Mereka tidak menyangkali Tuhan mereka demi keselamatan sementara di dunia. Mereka tidak tergiur oleh kemegahan dunia karena bagi mereka cinta kepada Tuhan lebih besar bahkan dari cinta kepada nyawa mereka sekalipun.

Mereka tahu bahwa mereka tidak pernah ditinggalkan sendirian ketika dianiaya sebelum dibunuh, karena mereka tahu Tuhan bersama mereka. Bahkan mereka (misalnya Stefanus) melihat kemuliaan Tuhan sebelum mereka meninggalkan dunia yang fana. Bagi mereka memikul salib adalah kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus yang telah lebih dahulu memikul salib dan mati bagi mereka dan semua orang percaya.

Memikul salib adalah harga dari iman yang teguh yang dituntut Tuhan. Orang percaya tidak pantas bermain-main dalam mengikut Tuhan, karena Tuhan tidak dapat dipermainkan. Tuhan mau orang percaya menyadari bahwa Dia yang adalah satu-satunya adalah Dia yang tidak dapat disandingkan dengan apapun termasuk dalam hal mengasihi-Nya.

Maka sudah sepantasnya jika orang percaya pada saat ini menyadari bahwa dirinya tidak memiliki argumentasi untuk menghindar dari firman Tuhan untuk memikul salib. Jika memang mengasihi Tuhan, hitunglah apa yang akan kita dapati dan bandingkan dengan apa yang akan kita bayar. Pikullah salibmu, karena itu bagian dari anugerah Allah.

Selengkapnya...

EPIPODIUS

Pada tahun 163 Masehi, ada banyak sekali orang Kristen yang menjadi martir. Salah satu dari mereka adalah Epipodius. Epipodius dilahirkan di Lyons, Gaul dan menjadi tokoh Kristen yang sangat berpengaruh, sehingga pasukan tentara menangkap dan memenjarakannya tanpa pengadilan. Agar bebas dari penjara, dia diminta untuk mempersembahkan korban kepada dewa-dewa Roma, tetapi Epipodius menolak permintaan tersebut dan menyatakan bahwa dia adalah orang Kristen yang dilarang menyembah berhala.

Penolakkannya ini mengakibatkan Gubernur marah dan menyatakan bahwa tidak ada gunanya hukuman-hukuman mati yang sudah dilaksanakan kepada banyak orang pada waktu yang lalu jika mereka yang mengakui Yesus tetap menolak untuk mempersembahkan korban kepada dewa Roma. Itu sebabnya Gubernur mempergunakan akal licik untuk membawa Epipodius menyangkal Yesus. Dia berlaku seolah-olah dia prihatin dengan nasib Epipodius dan menasehati Epipodius agar tidak menyia-nyiakan dirinya sendiri.

“Kami menyembah dewa-dewa yang memberikan kami kebahagiaan, bukan kematian, oleh sebab itu, tinggalkanlah Tuhanmu dan sembahlah dewa kami”, bujuk Gubernur.

Tetapi Epipodius menjawab, ”Engkau berpura-pura sangat baik kepadaku, padahal engkau sangat jahat. Kehidupan yang engkau maksudkan akan diikuti dengan hukuman yang kekal. Tetapi kamu memiliki kebahagiaan yang kekal, bukan seperti kebahagiaan yang diberikan para dewa. Kebahagiaan kekal itu telah disediakan Tuhan kepada kami. Manusia tersusun dari dua bagian, yaitu tubuh dan jiwa. Tubuh itu lemah dan akan binasa dan menjadi hamba jiwa. Perayaan berhalamu, mungkin memberikan kebahagiaan kepada makhluk hidup, tetapi tidak memberikan kebahagiaan yang kekal. Berhala-berhalamu menghancurkan bagian manusia yang sangat berharga yaitu jiwa. Kebahagiaanmu akan menuju kepada kematian yang kekal, sebaliknya penderitaan dan kematian kami akan membawa kami kepada kebahagiaan yang kekal.”

Kata-kata Epipodius yang berani tersebut membuatnya diletakkan di atas ranjang dan disiksa. Dia menahan penderitaan tersebut dengan sabar, dan makin membuat Gubernur dan orang-orang di sekitarnya marah dan geram. Dia berkata dia masih lebih rendah dari Tuhannya karena dia menderita di ranjang sementara Tuhannya menderita di atas salib yang hina. Jika dia menderita, maka hal itu bukanlah kehinaan, tetapi adalah kesempatan memuliakan Tuhan.

Gubernur tidak dapat menahan amarahnya dan menyuruh mengangkat Epipodius dari ranjang dan memancungnya. (Dikutip dari “Hidupku Bagi Kristus”)

Selengkapnya...

ORANG PERCAYA YANG BERKATA-KATA

01 Juni 2008 …

Di antara makhluk hidup, manusia memiliki keistimewaan dalam berkata-kata. Tidak seperti binatang yang terbatas dalam menyampaikan apa yang dikehendakinya, manusia dapat dengan leluasa menyampaikan maksudnya karena dia dapat merangkai kata-kata menurut keinginannya. Dan kata-kata yang digunakannya terus berkembang sesuai dengan apa yang sedang dan akan dihadapinya.

Dengan kata-kata manusia menyampaikan maksudnya dan melalui kata-kata yang diterimanya manusia memahami apa yang disampaikan sesamanya. Kata-kata menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan kata-kata, manusia membentuk saling pengertian dan menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang bahkan menyebarkan pengetahuan. Tetapi dengan kata-kata juga manusia menyebarkan perpecahan, permusuhan bahkan menghambat pemikiran sesamanya.

Sebagai makhluk yang mulia, manusia dapat mendengar dan memahami Allah karena selain menggunakan alam sebagai sarana berkomunikasi, Allah juga menggunakan kata-kata dalam menyampaikan maksud-Nya kepada manusia. Seharusnya tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak dapat memahami maksud Allah karena Allah menyampaikannya dalam kata-kata yang tepat. Tetapi manusia telah mengabaikan kata-kata Allah dan berontak kepada-Nya.

Sejak pemberontakan manusia, setiap kata yang terucap dari Allah maupun dari sesama manusia tidak lagi dapat dipahami manusia dengan benar. Manusia harus berusaha memahaminya karena setiap manusia telah memiliki persepsi masing-masing. Setiap kali manusia menerima satu kata setiap kali itu juga dia memahami berdasarkan pemahamannya sendiri sehingga sering terjadi salah pengertian.

Pemberontakan manusia mengakibatkan hubungannya dengan Tuhan menjadi rusak sehingga pemahaman manusia terhadap sesuatu menjadi terbatas. Dan hal ini muncul pertama kali pada saat manusia terpedaya oleh kata-kata iblis yang pintar merusak pemahaman manusia akan kata-kata Tuhan. Iblis memutar balikkan apa yang dikatakan Tuhan dan manusia akhirnya harus menanggung akibatnya.

Sejak manusia terpedaya oleh iblis dan memberontak kepada Tuhan, sejak itu juga kata-kata manusia tidak lagi semata hanya melahirkan sesuatu yang positif tetapi telah menjadi sesuatu yang mempengaruhi pola pikir dan tindakan manusia yang dapat menjadi pendorong atau perusak. Manusia terpaksa harus berjuang untuk dapat menggunakan kata-kata yang baik jika berhadapan dengan Tuhan dan dengan sesamanya.

Perjuangan manusia ini bukan tidak dipahami Tuhan. Justru Tuhan dalam kemurahan-Nya tetap menggunakan kata-kata dalam berhubungan dengan manusia. Tuhan juga memberikan kemampuan kepada manusia untuk dapat memahami yang disampaikan-Nya. Tetapi apabila manusia tidak mentaati apa kata Tuhan maka dia akan sulit memahami maksud Tuhan selanjutnya dalam hidupnya.

Pada saat Tuhan mengatakan bahwa manusia yang berontak kepada-Nya dapat memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan hanya dengan menerima karya Tuhan dalam Yesus Kristus, maka seharusnya manusia memahaminya demikian. Manusia harus membuang prasangkanya karena Tuhan menyampaikan maksud-Nya dengan kata-kata sederhana yang biasa digunakan manusia. Dia tidak menggunakan kata-kata yang asing dan membingungkan.

Pada saat manusia menerima kata-kata Tuhan dan melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya maka manusia dapat memahami kembali apa yang Tuhan katakan. Manusia yang menerima kata-kata Tuhan (selanjutnya disebut sebagai orang percaya) adalah manusia yang harus menggunakan kata-kata Tuhan dalam kehidupannya. Dan dengan demikian dia dapat membuat sesamanya mengenal Tuhan dari apa yang tampak dari kata-katanya.

Orang percaya adalah orang yang mengetahui dengan benar bahwa kata-kata dari Tuhan tidak pernah bersentuhan dengan dosa. Kata-kata Tuhan kudus karena Dia kudus dan setiap perkataan-Nya adalah berkat bagi orang lain. Kata-kata Tuhan adalah mulia sehingga setiap kata dari-Nya adalah kemuliaan bagi nama-Nya dan orang percaya harus menggunakan kata-kata yang memuliakan Tuhan. Apabila yang terjadi sebaliknya maka itu berarti orang percaya tersebut tidak menggunakan kata-kata Tuhan yang telah diterimanya.

Tidak menggunakan kata-kata dari Tuhan sama artinya dengan mengabaikan kasih Tuhan karena kata-kata-Nya juga ungkapan kasih-Nya. Pada saat orang percaya berkata-kata, kata-katanya harus lahir dari kasihnya kepada Tuhan dan kepada sesamanya. Orang percaya harus dapat dikenali dari kata-kata yang diucapkannya. Maka orang percaya adalah orang yang berkata-kata mewakili Tuhan.

Selengkapnya...

Sorga Itu Seperti Apa

Mendengar anak-anak kecil berbagi cerita adalah laksana mendengar lagu-lagu alam yang indah. Mereka berceloteh laksana burung-burung yang bernyanyi yang menganggap bahwa kerumitan hidup ini tidak perlu ditanggapi berlebihan.

Suatu saat saya mendengar anak-anak tetangga ngobrol saat seorang bapak tua meninggal dunia.

“Kasihan si Opa ya? Sekarang dia di mana ya?”

“Kata Papaku, orang yang meninggal itu tubuhnya dikubur dan nanti hancur, tapi rohnya ke sorga.”

“Memangnya roh itu apa?”

“Semua orang itu punya roh. Waktu dia belum lahir, rohnya ada di Tuhan. Waktu rohnya dikasih sama Tuhan dan disatukan sama tubuhnya dia hidup. Tapi waktu rohnya diambil lagi, dia mati.”

“Trus ngapain dia di sorga?”

“Dia sama-sama dengan Tuhan.”

“Emangnya rasa di sorga itu kayak apa, sih?”

“Aku nggak tahu. Yang tahu itu cuma orang mati. Tapi kata Papaku, rasanya itu kayak kalo kita pergi ke suatu tempat yang indah dan enak. Kita lama-lama di sana tapi akhirnya ingin pulang juga. Nah, rasa ke sorga itu kayak rasa kita ingin pulang ke rumah waktu kita dari tempat yang enak itu.”

“Tapi aku nggak mau ke sorga. Aku takut sendirian di sana. Nanti aku main sama siapa?”

“Iya, ya? Tapi kamu nggak usah takut, kan nanti kalau aku mati kita berdua ketemu di sana.”

Dan anak-anak itupun tertawa.

Sayapun tertawa tetapi dengan perasaan dan pengertian yang berbeda dengan mereka. Saya tertegur oleh obrolan mereka karena saya sendiri jarang berpikir seperti mereka. Bahkan saya jarang berpikir bahwa merekapun merindukan sorga.

Saya tahu pemahaman mereka tentang sorga adalah pemahaman yang sangat sederhana, tetapi sayapun tahu bahwa saya sendiri tidak dapat menjelaskan kepada siapapun bagaimana sorga itu. Yang saya tahu dengan pasti bahwa jalan ke sorga hanyalah melalui Tuhan Yesus Juruselamat saya. Dan anak-anak ini harus tahu akan hal itu. Maka saya bertekad untuk menempatkan anak-anak sebagai bagian dalam pelayanan yang selama ini telah mengabaikan mereka. (Phapo)

Selengkapnya...

Pemberi Persembahan (Lukas 21:1-4)

18 Mei 2008 …

Dalam aturan-aturan hukum Taurat ada banyak sekali peraturan tentang persembahan atau korban. Kitab Imamat mencatat jenis-jenis korban tersebut antara lain; korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus dosa, korban penebus salah dan lain-lainnya. Orang Israel yang hidup di bawah hukum Taurat sangat memahami peraturan-peraturan ini dan mereka dengan tekun melaksanakannya secara bersama-sama ataupun secara pribadi.

Selain korban yang disebutkan tadi, orang Israel juga memiliki aturan tentang korban atau persembahan dalam bentuk uang, seperti persembahan persepuluhan. Mereka juga menambahkan aturan persembahan seperti membayar bea bait Allah dan berbagai aturan lainnya. Dalam jemaat kitapun ada aturan tentang persembahan atau pemberian dan hal-hal lainnya. Persembahan atau pemberian yang kita kumpulkan biasanya dipakai untuk pelayanan dalam jemaat kita dan pelayanan ke luar untuk menjangkau mereka yang belum percaya kepada Kristus.

Pembacaan firman Tuhan hari ini tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan ke luar yaitu melayani orang lain, tetapi seorang tua yang memberikan teladan bagaimana seharusnya menyembah Tuhan melalui pemberian persembahan. Baginya menyembah Tuhan bukan soal ada atau tidak ada materi tetapi soal mau atau tidak mau, rela atau tidak rela. Itulah sebabnya apa yang dilakukannya dipuji oleh Tuhan Yesus.

Memberikan persembahan atau pemberian sebenarnya adalah suatu tindakan memuliakan Tuhan melalui harta kita yang akan digunakan untuk pekerjaan Tuhan. Memang Tuhan yang kaya tidak akan terpengaruh oleh persembahan apapun. Tetapi karena itu adalah perintah-Nya maka akan berpengaruh kepada orang yang melaksanakan perintah-Nya. Tuhan sendiri tidak pernah mengabaikan seseorang yang berkorban untuk kemuliaan nama-Nya.

Persembahan atau pemberian yang kecil mungkin akan luput dari perhatian manusia, tetapi kisah tentang pelayanan ini, membuka mata orang percaya bahwa Tuhan tidak pernah mengabaikannya. Pada saat ini gereja atau persekutuan lebih banyak menekankan pelayanan pada persembahan. Di beberapa kota besar, para hamba Tuhan bahkan memiliki kartu nama dan mencantumkan nomor rekening bank untuk mempermudah jemaat memberikan persembahan berupa uang secara langsung.

Kita tidak bermaksud menyalahkan, tetapi kita hanya memberikan sedikit informasi betapa sekarang ini yang namanya pelayanan sangat dekat dengan persembahan atau pemberian. Dalih para pelayan adalah, ‘bagaimana dapat melayani jika kita tidak memiliki dana? Jika kita mau membuat pelayanan yang besar maka membutuhkan dana yang besar pula.’ Alasan ini logis dan umum digunakan. Pelayanan memang membutuhkan dana, tetapi yang menjadi masalah adalah kita tidak menghargai pemberi dana atau persembahan secara adil. Kita menghargai jumlah persembahan bukan tekad si pemberi. Kita menghargai persembahan dan bukan menghargai penyembahan atau ibadah si pemberi.

Dari kenyataan ini tidak heran jika pelayanan di kota besar tertuju kepada mereka yang disebut sebagai the have atau orang-orang besar. Dan pujian atau perhatian selalu terarah kepada mereka yang memberikan persembahan dalam jumlah yang besar. Sementara mereka yang memberi dalam jumlah kecil hanya menjadi penghias persekutuan atau mungkin hanyalah sebagai sesuatu yang mengisi pinggiran-pinggiran tempat persekutuan.

Hari ini kita bersyukur pada Tuhan karena Dia memperhatikan setiap persembahan dan si pemberi persembahan. Dia mengingatkan kita bagaimana Dia menghargai pemberian yang kecil di antara pemberian yang besar. Uang dua peser pada masa itu adalah nilai uang yang terkecil dan hanya itu yang dimiliki oleh si janda miskin. Bahkan menurut Tuhan Yesus itu adalah seluruh nafkah yang berarti dia tidak memiliki apa-apa lagi jika dia kembali ke rumahnya setelah persekutuan tersebut.

Hal yang sangat menyentuh kita dalam Firman ini adalah Tuhan Yesus tidak memberikan pujian di depan si janda. Dia juga tidak serta merta berkata bahwa Dia akan memberkati berlipat ganda dari pemberian tersebut. Tuhan Yesus memujinya karena dia telah menyembah Tuhan dengan mempersembahkan apa yang ada padanya.

Kita adalah orang-orang yang memberikan persembahan kepada Tuhan yang mungkin tidak pernah diperhatikan oleh sesama kita. Kita juga memberi dari kekurangan kita dan tidak mengharapkan pujian dari siapapun. Tetapi kita akan tetap mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan karena kita tahu bahwa Tuhan memperhatikan kita bahkan memperhatikan hati kita. Dia melihat kita apakah pantas untuk dipuji atau tidak. Jikapun kita dipuji maka pujian itu akan datang dari Tuhan tanpa kita mengetahuinya seperti ibu janda tadi. Tuhanlah yang akan memperhatikan setiap apa yang ada dalam kehidupan kita.

Selengkapnya...

BUKAN SAYA TIDAK BERBEBAN

Saya melihat banyak hal yang selalu menggugah saya dalam kehidupan sebagai orang percaya, terutama kehidupan para hamba Tuhan. Saya sangat mengerti apa artinya hidup dalam kekurangan karena saya pernah mengalaminya pada masa awal saya menjadi seorang kristen. Maka ketika saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menikmati berkat-Nya saya bertekad untuk membaginya dengan beberapa orang hamba Tuhan yang saya kenal.

Saya bersyukur karena saya dapat melaksanakan komitmen saya sekalipun apa yang saya lakukan masih sangat sedikit. Saya melakukannya bukan karena saya ingin menerima sesuatu tetapi karena saya ingin melakukan kehendak Tuhan semata. Saya berharap Tuhan berkenan menguatkan komitmen ini untuk kemuliaan-Nya.

Setelah komitmen ini berjalan beberapa waktu, saya mengalami hal yang tidak saya duga sebelumnya. Ternyata saya belum siap menghadapi hal yang tidak saya pahami. Saya berpikir, jika saya berkomitmen memberi persembahan maka itu berarti saya yang akan menentukan tindakan saya terhadap komitmen tersebut. Tetapi ternyata saya salah.

Jika saya terlambat mengirimkan persembahan yang telah saya janjikan, saya ditelepon dan ditanyai komitmen saya. Hal ini terjadi berkali-kali bahkan persembahan yang seharusnya diberikan pada bulan berikutnya telah diminta sebelum bulan tersebut tiba. Bahkan tidak jarang saya dihubungi pada tengah malam saat saya istirahat.

Berkali-kali saya harus menjelaskan dan berkali-kali pula saya merasa bersalah. Saya merasa telah berhutang dan sedang dituntut. Saya sedih karena tidak mungkin menarik komitmen saya tetapi saya merasa terpojok. Saya tidak tahu harus berbuat apa, sementara itu saya malu berkonsultasi dengan hamba Tuhan yang lain.

Apakah ini memang seharusnya dialami oleh seseorang yang berkomitmen membantu hamba Tuhan? Atau apakah beban saya telah luntur sehingga saya mulai membuat perhitungan apa yang sedang saya lakukan? Apakah saya telah melakukan kesalahan?

Sebenarnya, saya bukan tidak berbeban dalam pelayanan tetapi saya menjadi bingung dengan apa yang sedang saya alami. Saya takut disalahpahami. Maka saya berharap Tuhan memberi saya hikmat agar tidak merusak iman saya dan tidak menjadi batu sandungan dalam pelayanan. Yang pasti saya tidak berani mengubah komitmen saya. (M)

Selengkapnya...

Minggu, 19 April 2009

KETIKA SEORANG BUTA BERTEMU TUHAN YESUS (Lukas 18:35-43)

27 April 2008 ...

Dia disapa sebagai Bartimeus yang berarti anak Timeus. Namanya memang tidak begitu penting di mata orang-orang di sekitarnya mengingat keadaan fisiknya yang cacat. Dia tidak dapat melihat sehingga dia tidak dapat beraktifitas selayaknya manusia biasa. Tetapi dibalik cacatnya dia memiliki semangat hidup yang membara. Dia tidak mau hanya berdiam diri menerima nasib tetapi tetap berjuang untuk hidupnya.

Selain semangat, Bartimeus juga memiliki kepakaan dan sifat ingin tahu yang sangat tinggi dan perhitungan yang matang dalam melakukan sesuatu dalam keterbatasannya. Dia tahu orang-orang akan mengasihinya jika mereka melihatnya dan hal itu dipergunakannya untuk meminta sedekah dari rasa kasih orang lain. Dengan menjadi peminta-minta dia sebenarnya sedang berjuang menghidupi dirinya sendiri, karena hanya itu yang dapat dilakukannya.

Setiap menjelang perayaan Paskah, orang-orang berbondong-bondong ke Yerusalem dan akan melintasi Yerikho, kota tempat tinggalnya. Dari situ dia memiliki banyak pengetahuan dan salah satu pengetahuan yang sangat berharga yang didapatnya adalah ketika dia mendengar orang-orang berbicara tentang Yesus Anak Daud yang mengajarkan kasih sayang dan melakukan banyak mujizat. Dia sangat berharap Yesus Anak Daud yang berkuasa itu akan melintansi Yerikho dan melihatnya duduk di pinggir jalan.

Selagi hidup dalam harapan itu tiba-tiba dia mendengar ada orang yang datang berbondong-bondong ke arahnya. Kali ini dia mendengar keadaan begitu ramai sehingga dia sulit menyimak apa yang sedang terjadi. Orang begitu banyak dan sangat riuh, maka diapun bertanya kepada orang yang terdekat, "Apa itu?"
Orang-orang yang berada di dekatnya menjawab sambil lalu, "Yesus orang Nazaret lewat."

Dia tidak dapat berjalan mendekati Yesus karena orang banyak menghalanginya, tetapi semangat hidupnya tidak dapat dipadamkan oleh keadaannya saat itu. Mata boleh buta dan kaki diam terpaku tetapi mulutnya masih biasa mengeluarkan kata-kata dari hatinya, maka itulah yang digunakannya. Sebelum Yesus melewatinya, diapun berteriak, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!"

Dia tahu Yesus pasti mendengarnya dan tidak akan mengabaikannya. Tetapi dia tidak sadar bahwa ada orang lain yang mencoba menghalanginya. Mereka menegornya agar diam dan jangan mengganggu Yesus. Dia sangat berharap Yesus mendengarnya dan mau melihat kerinduan hatinya. Dari Yesus dia tidak butuh sedekah, tetapi dia ingin Yesus menjamahnya. Dia tidak mau mendengar kata-kata kasar orang-orang yang menyertai Yesus, dia hanya mau mendengar Yesus.

Dan tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang aneh sedang terjadi. Rombongan orang yang ada di hadapannya berhenti tepat di depannya. Lalu ada beberapa tangan yang menariknya berjalan ke depan. Beberapa saat kemudian dia mendengar satu suara yang pernah didengarnya. Suara itu memberinya kesejukan yang luar biasa.

"Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat padamu?" Sejenak dia terdiam, seakan tidak percaya apa yang sedang didengarnya. Maka dengan iman yang teguh dia sampaikan keinginannya yang sudah lama dipendamnya dalam harapannya. "Tuhan, supaya aku dapat melihat."

Dia tidak memerlukan hal yang lain dari Tuhan yang dipercayanya. Baginya melihat itu sudah cukup.

"Melihatlah engkau. Imanmu telah menyelamatkan engkau!" Suara Yesus kali ini terdengar penuh wibawa memerintahkan dia untuk melihat. Tiba-tiba dia menikmati sesuatu yang terang benderang. Dia telah dapat melihat. Dia tidak mengenyahkan kegelapan tetapi Tuhan telah memberinya penglihatan sehingga sekarang dia tahu apa artinya terang.

Dia melihat manusia yang biasanya hanya dapat dirabanya dan didengarnya. Dan yang paling utama, dia dapat melihat Tuhan Yesusnya yang berdiri di hadapannya sambil tersenyum penuh kasih. Dia melihat betapa agungnya Tuhan Yesusnya di antara orang-orang yang tadi menyuruhnya diam. Betapa Tuhan Yesus telah melakukan hal yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya dengan memberikan sesuatu yang tidak akan dapat dihabiskannya seperti dia menghabiskan sedekah yang dia terima dari orang-orang yang mengasihinya. Maka dalam sukacitanya dia mengambil keputusan untuk mengikuti Yesus Tuhannya sambil memuliakan Allah.

Dari kegelapan yang tidak dapat melihat, Yesus telah menjadikannya menikmati kehidupan, dan bukan hanya itu, Yesus telah memberinya jaminan bahwa imannya telah menyelamatkannya. Dari melihat dengan hati dia bertemu dengan keselamatan dan setelah melihat dengan mata dia menjadi kesaksian yang hidup tentang kuasa Tuhan Yesus.
Selengkapnya...

Selembar Surat

Saya melayani di Departemen Literatur gereja saya. Tugas saya adalah mencetak traktat dan mendistribusikannya ke gereja-gereja di daerah. Dalam pelayanan ini tidak jarang saya menerima surat yang berisi makian dan ancaman dari mereka yang tidak setuju akan adanya pelayanan penginjilan melalui traktat. Tetapi dibalik itu banyak surat yang datang dengan berbagai kesaksian indah.

Salah satunya adalah selembar surat yang ditulis dari Bandung:

Suatu hari saya memungut selembar kertas yang tergeletak di lantai bus yang saya tumpangi. Isi kertas itu benar-benar mengusik hati dan pikiran saya. Disitu terdapat pernyataan bahwa di balik kehidupan ini ada dua tempat yang akan manusia tempati. Yang pertama bernama surga dan yang lainnya bernama neraka. Saat membaca itu pikiran saya langsung tertuju ke surga.


Tetapi dalam kertas itu juga ada pertanyaan, apakah saya merasa cukup layak untuk ke surga? Saya tahu saya tidak layak, tapi saya sangat ingin ke surga.


Karena kertas tersebut hanya saya pungut di lantai bus maka bagian lain darinya tidak dapat saya baca karena kotor. Tetapi karena pertanyaan di dalamnya mengusik saya dan karena saya sangat ingin mengetahui penjelasan dari dalamnya maka saya berusaha membersihkannya dan saya berhasil. Hal tersebut membuat saya saat itu juga mengambil keputusan menjadi seorang Kristen yang dijamin oleh Tuhan Yesus.


Saya bersyukur karena Tuhan Yesus mengasihi saya dan mau menyelamatkan saya. Saya juga bersyukur ada selembar kertas yang dibuang orang karena mungkin dianggap tidak berguna. Lembar kertas kotor tersebut telah menjadi penuntun bagi saya bertemu dengan keselamatan di dalam Tuhan Yesus.


Saya mau mengingatkan kepada siapapun dia yang telah membuang kertas tersebut, bahwa jika dia tidak menerima apa yang tertulis di dalamnya maka dia adalah orang yang paling malang. Sebaliknya saya berterima kasih kepada siapapun dia yang telah menyebarkan kertas tersebut, mungkin jika dia tahu kertas itu dibuang dan diinjak orang dia akan kecewa atau sedih.


Saya berterimakasih dan menyampaikan rasa bangga saya karena dia telah melakukan sesuatu dan sesuatu itu telah menyelamatkan saya karena sekarang saya menjadi anak Tuhan.
” (Ph)
Selengkapnya...

KETIKA IBU JANDA DI NAIN BERTEMU TUHAN YESUS (Lukas 7:11-17)

13 April 2008 …

Hidup sebagai seorang janda adalah hidup yang berat. Tetapi dibalik semua itu dia masih bersyukur karena memiliki seorang anak yang mengasihinya. Anak ini bertumbuh dalam kasihnya yang tulus dan memberikan harapan tentang masa depan yang indah. Tetapi suatu ketika anaknya sakit. Dia berusaha mendapatkan kesembuhan buat anaknya tetapi rasanya semua pintu tertutup rapat.

Ketika melihat anaknya terkapar tak berdaya dan dia tidak lagi dapat berbuat apa-apa, harapannya mulai menipis. Ingin rasanya mengambil semua rasa sakit yang diderita anaknya. Ingin rasanya menggantikan posisi anaknya dalam penderitaannya, tetapi bagaimana caranya?

Pada saat kesehatan anaknya makin lemah dan kritis, airmatanya menetes deras. Digenggamnya tangan anaknya mencoba memberi kekuatan tetapi dia tidak punya kuasa apapun. Napas anaknya tinggal satu-satu dan akhirnya berhenti. Semua berakhir. Anaknya telah mengakhiri rasa sakit tetapi sebagai seorang ibu, dia sedang melanjutkan rasa sakit yang makin menyakitkan.

Ketika anaknya harus dimakamkan, kesedihannya makin melukainya. Dia harus terpisah dengan anaknya dengan jarak yang tidak dapat diukurnya. Apalagi saat orang-orang mulai mengusung jenasah anaknya kea rah luar kota. Dia berjalan mengiringinya dengan hati seakan pergi bersama anaknya. Seandainya dia dapat mengatur hidup bersama anaknya, maka saat inilah saat yang paling tepat untuk pergi bersama sang anak. Tetapi apa dayanya?

Di gerbang kota, rombongan orang yang mengusung anaknya berjumpa dengan rombongan lain yang sedang menuju kota dengan sukacita karena mereka berjalan dengan seseorang yang spesial. Seorang yang dipercaya sebagai Mesias. Kesedihan yang dalam telah membuat sang ibu janda tidak peduli dengan apa yang sedang ada di hadapannya. Tetapi dia terkejut ketika ada suara yang bergema di telinganya di antara ratap tangis orang-orang yang menyertainya. “Jangan menangis!”

Dia menengadahkan wajahnya untuk melihat siapa yang berkata, dan … matanya beradu dengan sepasang mata yang sangat teduh dan penuh kasih. Dari pancaran sinar mata itu dia tahu bahwa orang itu turut merasakan dukacitanya. Tatapan itu membuatnya tenang karena dirasanya hatinya dipenuhi kuasa ilahi yang sangat besar. Dia sepertinya kembali menggengam semua harapan yang tadinya hilang bersama kematian anaknya.

Kemudian orang yang menyuruhnya berhenti menangis tersebut menyentuh usungan mayat anaknya dan mengakibatkan para pengusung menghentikan langkah mereka. Orang tersebut tiba-tiba berkata kepada anaknya yang sedang terbujur kaku tak bernyawa, “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah”. Suara-Nya penuh kuasa seakan merobek tirai pekat yang memisahkan kehidupan dengan kematian. Selama ini belum pernah ada orang yang begitu berani berbicara dengan mayat, apalagi memerintahkannya untuk bangun dari kematian. Tetapi orang ini berbicara dengan wibawa sebagai orang yang berkuasa atas kematian.

Dalam kebingungannya tiba-tiba dia melihat anaknya telah bangun dan duduk bahkan sedang berbicara dengan orang yang memerintahkannya untuk bangun tersebut. Dia tidak lagi melihat reaksi orang-orang yang takut, kaget, gempar dan yang bersyukur yang ada di sekelilingnya. Matanya hanya terpaku pada orang yang penuh kuasa yang dengan tenang menuntun anaknya datang pada pelukannya.

Tuhan telah datang di Israel dan tidak ada orang yang akan sanggup membantahnya. Tuhan telah mengubah arah perjalanannya dari perjalanan mengantar mayat anaknya ke luar kota menjadi perjalanan yang mengiringi Tuhan yang telah menghidupkan orang mati masuk ke kotanya. Tuhan telah mengubah dukacitanya menjadi sukacita, bersama semua orang yang menyertainya.

Dalam dukacitanya Tuhan datang memberikan sukacita dan sekarang dia tidak lagi dapat menahan diri bersama-sama dengan orang lain menjadi pembawa berita tentang kuasa Tuhan Yesus yang telah dialaminya. Dia menyatakan kepada semua orang tentang hal ajaib yang telah dia dan anaknya alami dan itu menjadi jaminan bahwa Tuhan Yesus berkuasa atas kematian.

Hari-hari berikutnya setiap kali dia melihat pertumbuhan anaknya dia selalu teringat akan kasih Tuhan yang datang pada saat dia kehilangan pengharapan. Dia ingat bahwa tidak seharusnya merasa tidak punya pengharapan sekalipun hidup sebagi seorang janda. Tuhan selalu dapat melakukan perkara besar dalam hidupnya.

Selengkapnya...

Hidup Masih Berjalan dan Kegagalan Pasti Berakhir

Sejak suami saya meninggal dunia, saya memulai kehidupan dengan kekecewaan terhadap gereja, yang rasanya telah membiarkan kami, tetapi saya tidak kecewa pada Tuhan. Saya justru bergantung pada-Nya dengan segenap hati dan berharap pada kemurahan-Nya, serta berusaha mengajarkan kepada anak-anak saya bahwa sekalipun gereja meninggalkan kami, tetapi Tuhan selalu akan bersama kami.

Di kota hijau yang sejuk satu keluarga muda yang telah menjadi anak Tuhan menjadi tetangga kami. Dari mereka saya belajar hal-hal rohani yang menuntun saya memahami bahwa keselamatan hanya oleh anugerah Tuhan Yesus. Pemahaman ini begitu mempengaruhi saya sehingga saya berusaha membagikan kepada saudara-saudara saya yang lain. Saya begitu rindu agar keluarga saya, terutama anak-anak saya mengasihi mereka.

Perubahan status dari hamba dosa menjadi hamba Allah memang tidak serta merta mengubah kehidupan kami sekeluarga. Kehidupan tanpa suami dan ayah begitu menekan saya dan anak-anak saya. Tetapi kami telah hidup dan itu berarti kami harus tetap bertarung dalam hidup. Saat suami saya masih hidup dia selalu berapi-api berbicara tentang masa depan dan membenci kegagalan. Sekarang tanpa dia saya harus tetap hidup. Saya memang tidak lagi dapat meminta petunjuk dari suami saya atau berkomunikasi dengannya, tetapi saya berkomunikasi dengan Tuhan saya melalui doa.

Setiap doa adalah getar hidup saya dan anak-anak saya sebagai penyerahan kepada Tuhan agar dibentuk sesuka hati-Nya. Kadang doa yang dipanjatkan adalah sinyal tanpa kata tapi penuh airmata. Kadang tanpa rasa dan makna tapi penuh penyerahan karena saya terkulai dalam keletihan hari-hari saya. Memang kerinduan yang kuat agar anak-anak berserah kepada Tuhan sering menimbulkan kekecewaan dalam hati saya. Saya merasa tidak dapat lagi memeluk mereka dan berdoa bersama dalam pergumulan hidup kami. Tetapi ketika saya berkumpul dengan mereka, saya bahagia melihat mereka saling berbagi cerita. Saya juga bahagia melihat cucu-cucu saya berbinar ceria menatap hari yang menyelimuti mereka dengan warna-warni kehidupan. Rasanya inilah harta berharga yang Tuhan taruh dalam segenap pori-pori jiwa saya.

Ketika saya sendirian dan mulai menghitung hari-hari saya, saya kembali dibungkus perasaan gagal, tetapi bersamaan dengan perasaan itu, saya tahu bahwa Tuhan Yesus di dekat saya dan menatap saya dengan kelembutan kasih-Nya, seolah berbisik, “Engkau belum gagal karena hidup masih berjalan dalam kehidupan dan Akulah jalan kebenaran dan hidup itu”. Memahami ini, saya menjadi kuat karena saya belum gagal dan hidup belum berakhir.

Melihat pergumulan anak-anak saya adalah melihat luka dalam hati saya. Saya menjerit, memohon Tuhan menjamah mereka agar menjadi milik Tuhan dan memberikan mereka kemampuan mengatasi masalah hidup mereka. Tetapi pada saat menjerit itu saya sadar bahwa mereka harus melewati banyak pergumulan agar mereka tahu mereka tidak sendirian dan belum gagal karena hidup masih berjalan.

Saya tahu anak-anak saya juga menjerit kepada Tuhan ketika saya mengalami masalah demikian juga cucu-cucu saya melakukan hal yang sama terhadap orang tua mereka. Kadang kala saya merasa cucu-cucu saya lebih memahami penyerahan kepada Tuhan daripada saya sendiri. Karena pengajaran Tuhan bahwa hidup masih berjalan dan kegagalan pasti berakhir selalu menghibur saya dan saya tidak akan menyerah. (Oma C)

Selengkapnya...

Sabtu, 11 April 2009

Ketika Simon Seorang Farisi Bertemu Tuhan Yesus (Lukas 7:36-50)

02 Maret 2008 ...

Setiap orang yang berpapasan dengannya selalu akan memberinya hormat karena dia adalah seorang Farisi yang dihormati di daerahnya.

Dalam pergaulannya dengan orang-orang terpandang dia tidak menghadapi kendala tetapi dengan seorang rabi yang bernama Yesus, dia benar-benar dibuat bingung. Rabi Yesus ini berbeda dengan rabi yang lain karena Yesus begitu berani menegur dosa siapa saja termasuk para cendekiawan Israel. Di balik itu Yesus juga senang berteman dengan orang-orang biasa atau rakyat jelata termasuk dengan orang-orang berdosa.

Dia tahu bahwa Yesus adalah seorang tukang kayu dari keluarga yang biasa saja tetapi karena Yesus mampu mengajar dengan menarik maka Dia dihormati oleh orang banyak. Untuk membuat orang banyak lebih mengenalnya dan mengetahui bahwa dia sederajat dengan Yesus, maka dia mengadakan pesta dan mengundang Yesus turut serta dalam jamuan makan yang diselenggarakannya.

Maka ketika hari perjamuan tiba, dia menunjukkan sikap sebagai seorang tuan rumah yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dari orang yang dia undang. Dia tidak menerima Yesus dengan kebiasaan yang berlaku di Israel. Dia tidak menyambut Yesus dengan membasuh kaki setiap tamu, memeluk pundak mereka atau meminyaki kepala setiap tamu sebagai tanda hormat dan sukacita. Dia berpikir, bukankah Yesus juga tidak menerima kebiasaan tersebut ketika Dia duduk makan dengan orang-orang berdosa?

Ketika dia sedang menikmati suasana bersama dengan Yesus, tiba-tiba di depan pintu berdiri seorang perempuan yang sangat dikenalnya memiliki reputasi tidak terpuji dan seharusnya tidak boleh masuk ke dalam rumahnya, apalagi mengganggu suasana makannya bersama para tamu. Dia berharap Yesus akan mengusir perempuan tersebut dan dengan demikian dia telah memiliki teman yang ternyata tidak menyukai perempuan yang berdosa.

Tetapi ternyata Yesus tidak mengusir perempuan tersebut. Dia menjadi gerah dan mengomel dalam hati. Bagaimana mungkin ada nabi yang mau membiarkan kesuciannya dikotori oleh seorang perempun yang berdosa, apalagi di hadapan orang banyak? Dalam hatinya dia menyimpulkan bahwa ternyata Yesus tidak tahu apa-apa soal martabat dan harga diri. Ternyata Yesus bukanlah nabi seperti nabi-nabi yang ada di Israel.

Dia tersentak, ketika Yesus menegurnya dan mempersilahkan dia menjawab sesuatu yang seharusnya sederhana bagi seorang berpendidikan seperti dirinya. Dia menjawab dengan ragu karena dia mulai menyadari arah pertanyaan dan pernyataan Yesus tersebut.

Yesus memang membenarkan pendapatnya tetapi Yesus memuji tindakan perempuan yang berdosa. Dia sadar bahwa Yesus sedang menyatakan bahwa yang penting dalam kehidupan bukanlah pendapat yang benar, tetapi yang paling penting adalah hati yang benar jika sikap hati jauh lebih berdosa daripada perempuan yang dianggap berdosa yang datang ke rumahnya tanpa diundang.

Dia benar bahwa Yesus bukan nabi seperti nabi-nabi yang ada di Israel tetapi dia keliru dalam hal pengetahuan Yesus. Yesus bukan hanya tahu siapa perempuan itu dari penampilan dan sikapnya, tetapi Yesus juga tahu apa yang ada di hati setiap orang yang hadir di situ. Ternyata dia dan semua orang dalam rumahnya yang sama-sama makan bersama Yesus belum mengenal Yesus dengan benar. Pada awalnya dia berharap akan mendapatkan kesempatan untuk membuat Yesus sadar bagaimana caranya hidup sebagai orang yang dihormati tetapi ternyata dia sendiri yang disadarkan Yesus bahwa dia belum tahu bagaimana hidup sebagai orang yang terhormat di mata Tuhan.

Ketika dia berpikir bahwa Yesus akan mengusir perempuan tersebut dan dengan demikian dia tidak dapat menyatakan kepada orang lain bahwa Yesus juga membedakan orang, ternyata dia salah. Yesus memang menyuruh perempuan itu pergi, tetapi dengan kata-kata yang tidak pernah dipikirkan atau digunakan oleh pemimpin agama manapun di Israel.

"Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat."

Dan perempuan itupun pergi dengan sukacita bukan sebagai orang yang ditolak tetapi sebagai orang yang diterima dalam pengampunan. Sementara dia sendiri terdiam dalam kekalahan. Ternyata Yesus tidak setara dengannya. Yesus jauh di atas semua yang dia miliki, Yesus memiliki kasih dan kuasa pengampunan bukan hanya sebagai nabi Tuhan tetapi sebagai Tuhan sendiri. Enth apalagi yang harus dilakukannya tetapi yang pasti pertemuan dengan Yesus telah memberikan sesuatu dalam hatinya.
Selengkapnya...

Jika Keputusan Ada di Tangan Saya

Pada suatu ketika saya mendengar renungan firman Tuhan tentang orang-orang yang bereaksi ketika Tuhan Yesus dibangkitkan. Ada yang terpana, ada yang menghindar dan berusaha menutupi, tetapi ada pula yang dengan kagum berlari mengabarkan kebangkitan-Nya. Renungan ini sangat mempengaruhi dan membakar semangat saya.

Apalagi ketika renungan lanjutannya adalah tentang persekutuan yang terjadi akibat berita tentang kebangkitan tersebut. Berhari-hari saya terpesona dengan firman Tuhan tersebut. Saya merasa persekutuan yang sedang saya dan saudara-saudara seiman saya jalani adalah persekutuan yang dibentuk Tuhan untuk menjadi seperti apa yang telah dialami orang percaya dalam Alkitab.

Saya sangat bangga dengan keindahan persekutuan yang Tuhan berikan kepada saya dan saudara-saudara seiman saya. Saya tahu persekutuan ini kecil tetapi itulah yang membuatnya unik karena kami saling mengenal dengan akrab. Kami melakukan pelayanan secara bersama dan persoalan yang kami hadapi kami selesaikan dengan senda gurau dan sukacita.

Tetapi ketika minggu berikutnya renungan tentang masalah yang dihadapi orang percaya ketika mereka bertambah banyak, saya mulai dihinggapi perasaan gelisah. Rasanya jika keputusan ada di tangan saya, saya ingin agar persekutuan ini tidak bertambah banyak sehingga dapat menghindari masalah-masalah yang besar. Tetapi saya tahu itu tidak mungkin. Bukankah Tuhan menghendaki agar persekutuan harus berkembang?

Dan memang benar, keputusan bukan di tangan saya, juga bukan di tangan siapapun selain di dalam tangan Tuhan Yesus. Dia berhak membuat pelayanan berkembang dan itu adalah anugerah-Nya. Saat ini Tuhan sedang menunjukkan bahwa pelayanan sedang berkembang dan saya adalah salah satu anak-Nya yang harus bertanggungjawab atas perkembangan pelayanan yang Dia anugerahkan ini.

Saya bangga memiliki Tuhan saya dan bangga memiliki persekutuan yang Dia berikan untuk saya. Saya menyadari bahwa tugas saya adalah memahami firman dan melaksanakannya. Saya tidak memiliki hak untuk menentukan apa yang harus terjadi dalam pelayanan. Saya hanya harus melaksanakan keputusan Tuhan. (Cliff)
Selengkapnya...

Sabtu, 04 April 2009

Ketika Ibu Mertua Petrus Bertemu Tuhan Yesus (Lukas 4:38-39)

10 Februari 2008 ...

Dia berbaring lemas di pembaringan. Panas tubuhnya melebihi biasanya dan dia menggigil membuat seluruh tubuhnya seperti tidak memiliki kekuatan apa-apa. Seharusnya penyakit ini tidak menjadi penghalang baginya karena penyakit ini hanyalah penyakit biasa yang biasa dialami orang-orang di sekelilingnya. Tetapi karena fisiknya telah mulai rapuh dimakan usia maka penyakit yang bagi orang lain dianggap ringan, baginya adalah sesuatu yang sangat menyiksa.

Dalam kesakitannya, dia mendengar suara orang yang gaduh di depan rumahnya. Seperti ada tamu yang akan mampir di rumahnya. Tetapi kenapa gaduh? Dia bertanya kepada orang yang ada di dekatya, "Siapa yang datang?" Mereka menjawab sepintas dan langsung berlalu, "Guru Yesus datang bersama Petrus dan teman-temannya".

Wow, Yesus datang di rumahnya. Dia senang sekali dan ingin beranjak untuk menyambutnya tetapi seluruh tubuhnya terasa kaku. Dia tidak dapat mengangkat tubuhnya meski hanya untuk turun dari ranjangnya. Da mencoba lagi tetapi tidak mampu. Demam telah mengikatnya dengan ganas. Dan dia mulai kehilangan kesabaran. Dia mengeluh. Kapan lagi dia dapat melihat Yesus dan menjamu tamu istimewa ini?

Dia berharap ada orang yang dapat membantunya untuk sekedar berdiri dan menyapa Yesus, tetapi semua orang telah meninggalkannya karena mereka lebih ingin melihat dan mendengar Yesus. Selagi berharap dalam sakitnya yang menyiksa, tiba-tiba ada yang menyapanya. Dia belum pernah mendengar suara ini sedekat ini. Suara yang didengarnya meneduhkan hatinya. Dia membuka matanya melawan rasa sakit dan dalam pandangan yang masih samar dia melihat seorang muda dengan wajah yang teduh penuh kasih menatapnya dengan tulus. Dia seperti belum menyadari bahwa apa yang sedang terjadi saat ini benar-benar terjadi.

Sebelumnya dia tidak dapat meminta orang menyampaikan rasa sakitnya kepada Yesus, tetapi teryata mereka telah melakukannya. Dia tidak tahu bahwa orang-orang yang tadinya seolah mengabaikannya adalah orang-orang yang telah membantunya menyampaikan keadaan dirinya kepada Yesus. Bahkan dia tidak tahu bahwa tanpa diberitahu oleh siapapun sebenarnya Yesus tahu bahwa dia sedang sakit. Dia hanya tahu Yesus adalah seorang guru tetapi dia belum tahu bahwa Yesus mempunyai kuasa melenyapkan penyakit seperti yang sedang dideritanya, bahkan untuk penyakit yang lebih parah sekalipun.

Dia baru saja ingin mengatakan sesuatu karena Yesus telah datang ke tempatnya, tiba-tiba Yesus memegang tangannya. Dia merasakan genggaman tangan Yesus memberikan kekuatan kepadanya. Tangan itu seolah memberi perintah kepada sakit demam yang sedang dideritanya untuk pergi dan jangan mengganggu dia lagi. Tiba-tiba saja dia menjadi segar dan dapat bangkit bukan hanya untuk duduk tetapi untuk berdiri bahkan untuk bekerja. Yesus tidak memerlukan sesuatu sebagai wadah untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Yesus juga tidak memerlukan waktu yang lama untuk membuatnya sembuh. Yesus menunjukkan Dia berkuasa atas penyakit, sehingga dengan satu hardikan penyakit itupun lenyap.

Dia tidak dapat mendengar pengajaran Yesus sebelumnya, tetapi saat ini dia mengalami sesuatu yang melebihi apapun dari apa yang pernah didengarnya. Suatu pengalaman yang begitu indah di hari tuanya. Orang-orang yang menyaksikan kejadian yang menimpanya pun terpesona oleh kuasa Yesus.

Maka tanpa membuang-buang waktu dia pun segera menjamu Yesus dan semua orang yang menyertai-Nya. Dia bekerja dengan sukacita yang luar biasa. Dia menggunakan kesehatan yang diberikan Yesus sebagai kesempatan untuk melayani tanpa perlu diminta Yesus. Baginya melayani Yesus adalah suatu kebanggaan karena dapat menunjukkan kepada semua orang bahwa di hari tuanya dia masih dapat berjumpa dengan Yesus sekaligus melayani Yesus yang telah menyembuhkan sakitnya.

Dia tidak melayani Yesus dengan kata-kata, tetapi melalui dia, orang-orang tidak hanya mendengar tentang Yesus dan kuasa-Nya, tetapi langsung melihat dan mengalaminya sendiri. Kepada Simon Petrus menantunya dia tunjukkan bahwa dia juga melayani Yesus seperti yang dilakukan juga oleh Simon Petrus sehingga dia dengan berani mengambil keputusan menjadi pengikut Yesus.

Meskipun pada awalnya dia terhalang untuk melayani Yesus karena sakit demam yang dideritanya, tetapi Yesus melenyapkan penghalang tersebut sehingga dia dengan leluasa dan sukacita melayani Yesus bukan hanya sebagai Guru, tetapi sebagai Tuhan. Tangan Yesus yang telah menyentuhnya adalah tangan yang akhirnya terluka di kayu salib karena dosa manusia, tetapi tangan itu tidak hanya melenyapkan demam yang menimpa manusia tetapi melenyapkan dosa orang yang percaya kepada-Nya.
Selengkapnya...

Jumat, 03 April 2009

Senyuman Dan Rasa Sakit

Perjalanan ke tempat persekutuan selalu merupakan suasana yang menyenangkan. Senyum dan tawa menjadi menu yang tidak pernah sepi dari sukacita. Jalanan yang berliku dan berlubang bukanlah halangan yang harus membuat senyuman lenyap dalam keluhan. Apalagi bila tempat yang dituju adalah rumah saudara dalam iman yang sama. Saudara yang sama-sama bertumbuh dalam kasih Tuhan sumber kasih yang tulus.
Tetapi perjalanan kali ini memberikan pelajaran yang cukup pahit jika dilihat dari apa yang terjadi. Perjalanan yang seharusnya berakhir dengan damai dalam sekejap berubah ketika kesakitan bertahta di atas tubuh yang ternyata mulai rapuh dimakan usia. Beberapa detik yang harusnya memunculkan teriakan sukacita karena berjumpa dengan orang-orang terkasih ternyata menjadi terikan kesakitan yang tiba-tiba menerjang.
Beberapa detik yang seharusnya menjadi detik kebahagiaan berubah menjadi detik yang penuh kepanikan. Tubuh yang tadinya tegar menantang gelombang jalanan yang baru dilalui, terkapar tatkala pintu rumah yang dituju tinggal beberapa meter lagi. Ternyata tubuh manusia tidak dapat menahan kerapuhan usia yang makin uzur.
Kesakitan yang tiba-tiba muncul bukanlah sesuatu yang direncanakan tetapi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dan kepanikanpun tidak dapat dicegah. Wajah-wajah pucat menyatu dengan keringat yang deras tercurah akibat ketakutan yang menghantam tak karuan adalah bukti kepanikan yang garang bertahta.
Melihat seseorang terkapar karena sakit adalah pukulan telak ke dalam nurani yang merasa bersalah. Tak ada yang dapat turut merasakan kesakitan seseorang yang ada di hadapan sesamanya. Yang ada hanyalah perasaan seakan turut merasakan sesuatu yang dialami orang lain. Kesakitan datang begitu cepat tetapi berlalunya sangat lamban membuat penderitaan menjadi tekanan yang terasa sangat berat.
Ternyata persekutuan adalah perasaan yang sama entah itu dalam sukacita ketika seseorang lahir ke dunia, atau ketika seorang tua terkapar menahan sakit. Ternyata saudara sedaging adalah saudara ketika sukacita bertahta dan juga ketika kesakitan menerpa. Persekutuan memang tidak berubah entah dalam senyum maupun dalam sakit. (Ketika Wawu terkapar menahan sakit)
Selengkapnya...